Jumat, 22 Oktober 2010

Dongeng Bapak

Dulu, sewaktu masih kecil, aku sering diajak bapak ke kebun dengan membawa serta beberapa kambing milik kami.

Atiq dan Noura tampak riang bermain
Atiq dan Noura tampak riang bermain

Kambing-kambing kami tidak dibiarkan begitu saja seenaknya mencari makan, akan tetapi diberi tali (dadung) supaya tidak merusak tanaman milik tetangga. Maklum, kebun kami hanya sepetak dengan luas tidak seberapa.

Aku diberi tugas mengawasi kambing-kambing tadi agar tidak saling berebut makanan dan melanjak tanaman milik tetangga. Sementara itu bapak sibuk dengan pekerjaannya.
Setelah merasa agak capek, beliau selalu beristirahat sebentar dibawah pohon waru. Aku pun selalu dipanggilnya. Nak! Sini … temani bapak.

Sambil menikmati panganan ala kadarnya yang dibawa dari rumah atau kalau ngepasi musim ketela dengan sambil membakar ketela, bapak tak bosen-bosennya mendongeng. Dongengan bapak dari hari ke hari ya itu itu saja, tak banyak berganti, hingga aku hapal akan cerita-ceritanya. Yaitu cerita masa kecil para nabi yang katanya semuanya menggembala kambing. Hingga kadang aku bosan dibuatnya..

Sesudah istirahat dirasa cukup, bapak mencari pakan kambing untuk persediaan nanti malam dan esoknya. Dan aku berkemas-kemas. Kemudian kami pulang bersama-sama.

Keadaan ini berlanjut hingga aku duduk di bangku kelas tiga SD. Karena setelah itu ada saja kegiatan sekolah yang harus ku ikuti. Tapi dongeng-dongeng bapak tidak berhenti, hanya saja waktunya dirubah dan sudah agak lebih bervariasi dalam ceritanya. Kadang menceritakan Pangeran Diponegoro, cerita Sultan Hasanudin, cerita Cindelaras, cerita Lutung Kesarung, cerita Babad Banyumas, cerita jaman Jepang, jaman belanda, dan lain-lain. Biasanya bapak bercerita setelah solat isya sambil menunggu ngantuk. Saat itu TV belum ada, untuk penerangan saja masih menggunakan senthir dan teplok.

———————————————-
Kini, setelah aku dapat membaca sendiri kisah perjalanan para nabi dan para tokoh serta pemimpin besar baru aku sadar bahwa ada rahasia dibalik cerita-cerita bapak. Sederhana saja, Aku diharapkan mampu menggembala diriku sendiri dan adik-adiku serta masyarakat sekitar di kelak kemudian hari.

Bapak mengajarkan bahwa hal pertama yang harus dilakukan oleh seorang penggembala adalah dapat membuat kenyang hewan piarannya. Akan tetapi perlu diingat, tidak boleh sembarangan, Jangan asal kenyang, harus mematuhi peraturan pencarian makan. Tidak boleh saling tumbuk juga tidak boleh melanjak tumbuhan tetangga. Dan tak kalah penting adalah menyediakan cadangan pakan bagi hewan-hewan tadi.

Kedua adalah siap melayani apapun dan kapanpun. Hal ini diterjemahkan dengan penyediaan kandang yang layak, mengawinkan jika sudah waktunya, menjaga kesehatan dan lain-lain. Pastinya merepotkan dan menyita banyak waktu.

Sebenarnya repot juga ngurus kambing. Apalagi ngurus manusia yang Nathiq (berakal). Dan anehnya banyak yang berlomba-lomba untuk menggembala manusia. Padahal untuk ngurus kambing saja belum tentu ia mampu. 

Apakah beliau-beliau lupa bahwa tanpa meminta menjadi penggembala pun sebenarnya kita sudah menjadi penggembala. Dan tentunya besok akan dimintai pertanggung jawaban atas piaraannya.

Tak salah jika semua calon nabi dan rosul diberi training dengan cara menggembala ternak Agar umat yang dipimpin dapat hidup dalam keadaan aman, tentram, sejahtera lahir dan batin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar