Jumat, 15 Oktober 2010

Dari Ketiadaan Aku Ada Part VI (Tamat)

Menunggu dan menunggu

mahathoh Wadi Hof
mahathoh Wadi Hof

Tiga bulan lamanya aku berdiam diri dalam kamar, hanya sesekali saja keluar. Disamping karena cuaca yang super dingin juga visaku sudah mati, harus diperpanjang. Apesnya, sarat memperpanjang visa adalah harus punya surat keterangan (tasdiq) dari Al Azhar. Sementara itu aku belum bisa masuk kuliah, otomatis tidak bisa mendapatkannya. Untung saja pihak Azhar berinisiatif membuka semacam pendidikan persiapan bagi mahasiswa yang terlambat datang yang nantinya dapat mengeluarkan tashdiq guna perpanjangan visa. Alhamdulillah setelah bolak balik ke syuun wafidin, syuun ta’lim dan syuun dauroh ahirnya aku dapat masuk kelas persiapan tadi dan langsung dapat tashdiq. Lega….

Tiga bulan juga masa pendidikan persiapan ku tempuh. Materi yang disuguhkan berkisar pada penguasaan bahasa arab. Ada insya, muhadatsah, pengenalan kosakata mu’ashiroh dan sedikit tentang nahwu shorof. Kebijakan ini ditempuh oleh pihak Al Azhar bertolak dari minimnya penguasaan bahasa arab yang dimiliki oleh mayoritas mahasiswa asing (wafidin) yang berada di Azhar.

Terhitung ada 12 kelas dalam kelas persiapan ini. Setiap kelas terdiri dari 50 siswa dengan komposisi campuran dari berbagai Negara. Dalam kelasku ada yang berasal dari Turki, Malaysia, Thailand, Kamerun, Nigeria, Pakistan dan India, dengan prosentasi terbanyak dari Malaysia dan Indonesia. Dari komposisi tadi yang kelihatan paling menonjol dalam hal prestasi adalah dari Indonesia, hanya saja minderan, dan yang terkenal paling berani dari Turki. Ini sering kali dikatakan oleh Dosen mata kuliah.

Aku cukup terhibur dengan kegiatan ini, malah bisa dikatakan antusias. Makanya, walau perjalanan yang harus ku tempuh terbilang jauh, yaitu dengan berjalan kaki ke mahathoh selama 20 menit, menghabiskan 1 jam dalam metro dengan melewati 22 mahathoh (stasiun) dimulai dari mahathoh Wadi Hof dan diahiri di stasiun Ghomro, dan lagi disambung dengan naik angkutan selama 30 menit, aku tetap berangkat. Jarak tak jadi masalah. Tetap semangat!!

Mahathoh Attaba, mahathoh bawah tanah yang harus dilewati kalau mau talaqi

Mahathoh Attaba, mahathoh bawah tanah yang harus dilewati kalau mau talaqi

Disamping mengikuti kegiatan di dauroh lughoh, aku juga mengkuti talaqi yang di gelar di Masjid Al Azhar dan Midhyafah. Midhyafah ini semacam majlis ta’lim yang menggelar pengajian kitab salaf setiap hari dengan mengundang doctor-doktor beken dan materi berfariasi. Tempatnya Cuma berjarak kurang lebih 50 meter dari gerbang Al Azhar Husein.
—————
Mahluk Alloh bisa ada karena ada yang ada sedangkan yang ada ini hanyalah yang ada, tidak ada itu tidak ada, karena tidak ada itu ada, kita bisa menggunakan kata ada karena ada yang ada. Kita menggunakan kata tidak ada karena ada yang ada.

ketiadaan inilah yang menjadikanku ada, jauh mengangkangi orang-orang berada dan yang menganggap dirinya ada serta kalangan berada. Dengan ketiadaan ini tidak semestinya menjadikanku merasa tidak berada karena ada dan tiadanya diri kita bergantung pada dzat yang pasti ada. Terserah mau buat ada atau tidak ada. Yang penting kita berkeyakinan Ia akan membuat ku pada keberadaan yang sebenar-benarnya.
———————–

Doktor Ahli Filsafat yang bersahaja dan sangat menghormati bangsa Indonesia. Biasanya beliau memakai songkok hitam kemanapun pergi
Doktor Ahli Filsafat yang bersahaja dan sangat menghormati bangsa Indonesia. Biasanya beliau memakai songkok hitam kemanapun pergi 

Walaupun saya tulis dalam kategori FIKSI, sebenarnya cerita ini adalah cerita nyata, tidak ditambah-tambah bahkan banyak yang dikurangi, sangking nelangsanya kalau mengingat-ingat semuanya.
Sekarang saya sedang menunggu proses tahwil dan ijroat. Mohon do’anya dari sahabat kompasiana agar semuanya berjalan dengan lancar. Amin. Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar