Minggu, 07 Agustus 2011

Istihlal

ISTIHLAL
(MENGHALALKAN SESUATU YANG DIHARAMKAN)

Istihlal adalah menjadikan sesuatu hal yang haram menjadi halal, dan meyakini bahwa sesuatu yang haram tadi suatu hal yang halal. Maksudnya, menghalalkan apa yang diharamkan Alloh, atau menghalalkan sesuatu yang  fitrah manusia pada umumnya menyetujui/menyepakati atas keharamannya.
Kadang, istihlal dapat mengantarkan kepada kekafiran, hal itu dapat terjadi jika orang yang menganggap halal (mustahil) mengetahui bahwa aktifitas yang dianggapnya halal adalah perbuatan haram. Dan keharamannya diketahui dari dalil-dallil agama secara pasti (ma’lum min addin bid dhoruruh/aksiomatik dalam ajaran agama), yakni keharamannnya sudah mengakar kuat dan diambil dari dalil-dalil yang kredibel dari  sudut kebenaran sumber (qoth’iyyatu tsubut) dan kandungan makna (dalalah), dan keharamannya sudah tidak dipersengketakan diantara para imam mujtahid dan madzhab-madzhab dalam islam. Hal itu seperti meyakini diperbolehankan- nya menghilangkan nyawa orang yang telah diharamkan Alloh tanpa prosedur yang benar (dengan jalan bathil) atau menganggap zina adalah perbuatan yang diperbolehkan, atau menganggap diperbolehkannya mencuri dari harta yang tidak ada kemungkinan dari harta  itu ada sedikit dari hartanya.
Kafir disini muncul dari keyakinannya akan kebohongan pembuat syariat -(Alloh dan Rosul-Nya)- disaat ia menolak, melanggar  dan mengingkari hukum pengharaman atas sesuatu, dan menghalalkan apa yang telah diharamkan Alloh -dan apa-apa yang telah diketahui keharamannya  dari hukum-hukum syara’.
Adapun jika istihlal terjadi pada harta benda disebabkan karena ada kemungkinan dalam harta tersebut ada hartanya –seperti dana publik dan dana komunal-  yang didalamnya ada hak kepemilikan bagi orang tadi- atau istihlal muncul dari ta’wil –sampai pada ta’wil fasid- maka si mustahil (orang yang menganggap halal) tidak dihukumi kafir lantaran anggapannya, ia hanya  masuk dalam  hitungan orang-orang yang durhaka dan fasik.
Terkadang penggunaan istilah istihlal tidak sesuai dengan makna diatas. Contohnya Seperti seseorang yang meminta kepada partnernya untuk membatalkan perjanjian yang telah disepakati bersama, atau seseorang yang punya hutang meminta kepada si pemberi hutang agar membebaskannya dari membayar hutang atau membebaskan dari membayar hutang pada waktu yang telah disepakati.. istihlal –disini- dapat berjalan dengan baik dengan adanya keridoan dan kesepakatan, tidak dengan pemaksaan dan perampasan
Contoh istihlal banyak, diantaranya ada contoh yang sepele... dan ada contoh yang  memerlukan pemikiran dan perenungan.. diantaranya pula ada yang bersifat sejarah, dan bersifat kontemporer... contoh:
1. Dari sebagian gambaran istihlal yang terkenal dalam sejarah adalah pembolehan (istihlal) pemberontakan dan revolusi terhadap penguasa, berpijak pada keyakinan yang didasarkan pada penafsiran yang mengatakan ketidak adilan para penguasa, dan keluarnya mereka dari manhaj hukum islam yang benar, dan mereka berhak diberhentikan dan diganti.
Dari bentuk istihlal untuk tujuan pemberontakan bersenjata dan kudeta para penguasa ini, timbul aliran darah dan instabilitas sosial, kelompok khawarij merupakan  pelopor utama (gerakan ini) dalam rentang waktu yang cukup lama dalam sejarah islam.
Terkadang, pembolehan (istihlal) memberontak kepada penguasa didasarkan pada penggambaran mendalam dan tematik mengenai kelaliman penguasa, satu hal yang dapat memperbolehkan atau menjadikan keharusan menurunkannya dari kekuasaan dan menggantinya dengan yang lain.. akan tetapi istihlal yang  begini masih tergolong dalam ranah kelaliman, pelanggaran dan pembelotan, jika bagi para pelaku pemberontakan tidak ada dukungan dari rakyat dan tidak adanya persiapan pemberontakan yang dapat menjadikan penggantian penguasa ini dapat berhasil sepenuhnya atau kemungkinan besar sukses; karena pemberontakan tanpa dukungan dari mayoritas rakyat merupakan penyia-nyiaan terhadap kekuasaan/legitimasi rakyat dan keinginannya...sama halnya pemberontakan tanpa adanya persiapan yang dapat menjamin kemungkinan besar terhadap adanya keberhasilan, akan timbul -dari dampak-dampak negatif dan penyia-nyiaan terhadap kepentingan rakyat- hal-hal yang melebihi segi positifnya, oleh karena itu, ada berbagai jalan dalam islam untuk merobah kemunkaran –sesuai dengan kemampuan dan kandungan keberhasilan perubahan- dari melakukan perubahan dengan tangan/kekuatan, kemudian dengan lisan/seruan dan terahir dengan hati/pengingkaran –perubahan yang menyerupai menolak pembelotan penduduk dengan tanpa kekerasan- dalam mendudukan hal itu datanglah hadits Nabi:
من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان[1]
Artinya: “Barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya, jikalau tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu dengan lisan maka dengan mengingkarinya dalam hati, hal itu merupakan tingkatan iman yang paling lemah.”
Walaupun begitu, sesungguhnya memberontak kepada penguasa yang dzolim dalam rangka mengganti mereka, sehingga walau pemberontakan  itu tidak memenuhi syarat-syarat syara’ tidak sampai akan mengeluarkan si pelaku pemberontak dari poros iman dan dari kelompok kaum beriman; karena hal itu merupakan ijtihad yang menghasilkan satu pahala bagi mujtahid walaupun ijtihadnya keliru. 
وإن طائفتين من المؤمنين اقتتلوا فأصلحوا بينهما فإن بغت إحدهما على الأخرى فقتلوا التى تبغى حتى تفىء إلى أمر الله
Artinya: (Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang  berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Alloh. Q.S. Alhujurot:9)
2. Diantara contoh-contoh istihlal bersejarah adalah penjajahan dan imperialisme.. ini merupakan contoh terburuk dari contoh-contoh istihlal yang pernah ada, karena penjajahan dan imperialisme menghalalkan terhadap negara-negara penjajah untuk memerangi negara yang dijajah, menyerang batasan-batasannya, melanggar kedaulatan atas bumi mereka, memaksa rakyatnya dalam bidang peradaban, kebudayaan –kadang-kadang pemaksaan keagamaan- merampas kekayaan rakyat, penginvestasian “surplus rampasan kolonialisme” untuk membangun kemegahan negara kolonial dengan lantaran harta haram rampasan dari negara-negara terjajah.
3. Begitu juga apa yang terkenal dalam sejarah kolonialisme dengan nama Kolonisasi, yaitu bentuk penjajahan yang memperbolehkan para negara penjajah untuk memiliki tanah penduduk yang dijajah, lantas mereka mengusir mereka dari tanah-tanah subur pertanian mereka, menempatkan orang-orangnya pada posisi yang seharusnya ditempati penduduk pribumi, dan memasang sekat “unsur rasialisme” diantara ras kulit putih dan ras kulit berwarna sebagai “sekat ideolody” dengan tujuan untuk menghalang-halangi penduduk pribumi dalam mendapatkan tanah-tanah subur mereka, bahkan untuk mengusir mereka dari tempat kelahirannya, seperti yang terjadi dalam perang Salib (690-849H./1096-1291M.) dan dalam perang kulit putih di Amerika selatan dan Amerika latin, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Zimbabwe dan Al Jazair, dan seperti apa yang terjadi sekarang di Palestina.
4. Termasuk dalam bagian istihlal kontemporer –dalam perputaran undang-undang internasional- adalah apa yang dinamakan dengan perang istibaqiyah/Proaktif media Yang dilancarkan oleh negara-negara superior terhadap negara-negara lemah;dengan tujuan mengeruk kekayaannya, itu terjadi dibawah satir klaim palsu, didukung dan dipropagandakan oleh media visual yang direkayasa, disiarkan melalui media informatika imperialis, membenarkan atas sebuah perang yang keluar dari (melanggar)  peraturan internasional, menjajah dan merusak kehormatan peraturan internasional, seperti yang sekarang terjadi di Irak dan Afghanistan.
5. Begitu pula tekanan yang dilakukan negara-negara besar kepada pemerintahan yang lemah, yang kehilangan kemampuan untuk menguatkan rakyatnya, untuk mengadakan transaksi senjata yang berharga selangit kepada negara-negara yang tidak memiliki tentara yang mampu menggunakan senjata itu,  dan juga tidak punya minat untuk membelinya! Tujuan dibelakang istihlal ini adalah merampas kekayaan negara-negara itu ditukar dengan senjata –yang kelak akan berubah menjadi makanan karat (karatan) di gurun- dengan tujuan untuk mengoperasikan pabrik-pabrik senjata  di negara-negara besar, dan agar laku dalam perdagangannya, yang akan menjadi komoditi utama dan sangat penting dimasa ini
6. Juga termasuk dalam contoh istihlal kontemporer -dalam roda hubungan antar negara- adalah anggapan lemah dari negara-negara besar (Eropa) -di utara-  terhadap banyak negara lemah (Afrika) -di selatan... lebih-lebih pada dunia islam-  untuk menyebarkan pangkalan-pangkalan militer asing yang puluhan diantaranya menjamur menutupi tanah negara-negara itu, melanggar keamanannya, menyia-nyiakan kedaulatan atas negaranya, membuang elemen kemerdekaannya, kemerdakaan kehendaknya, tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan dari rakyat negeri itu dalam mendirikan pangkalan-pangkalaan militer di tanahnya, sesuai dengan demokrasi yang selalu digembor-gemborkan oleh mereka para negara besar.
Majalah News Week  edisi 4 Februari tahun 2003 memberitakan tentang peta pangkalan militer Amerika yang didirikan di negara-negara Arab (timur tengah), ternyata ada 35 pangkalan militer disana, dan 30 diantaranya terdapat di negara-negara Badan Kerjasama Teluk sendiri;... dan pada tahun 2003 Irak menyerang pangkalan-pangkalan militer yang berada di tanah Arab, dalam kejadian yang belum pernah ada sebelumnya.. seperti halnya penyerangan terhadap kapal-kapal perang negara asing yang menduduki laut dan samudera negara-negara Islam.
Benar, istihlal sudah dan akan terus terjadi, disaat dimana negara-negara islam dan negara selatan (Afrika) tidak mendapati polisi lalu lintas dan perahu pemburu atas negara barat dan perairan barat!
7. Jika perjanjian Atlantik telah menelorkan kesepakatan -pada april tahun 1949- untuk “Mempertahankan tanah-tanah negara yang ikut serta dalam perjanjian tersebut”. Maka, siapakah  yang memperbolehkan memerangi tanah Afghanistan? Bukankah ini  contoh jelas dari bentuk istihlal terhadap negara yang tidak ikut didalam perjanjian eropa ini?
8. -Dan jenis lain dari istihlal pada jaman sekarang terwakili dalam penguburan limbah-limbah atom, racun zat adiktif, dan zat yang membahayakan kehidupan dan mahluk hidup di negara-negara selatan (Afrika)- penguburan limbah-limbah itu terkadang dengan cara membohongi  dan tipu daya, kadang dengan tekanan, dan dilain waktu dengan cara menyuap penguasa-penguasa bejad yang diangkat oleh negara kolonial atau dengan penjagaan bayonet (kekerasan), sehingga malapetaka ini menjadi sebagian dari jenis istihlal yang membahayakan.
Dan contoh yang relevan dengannya adalah pengedaran insektisida berbahaya, pupuk tak layak, obat kadaluwarsa, dan makanan tak layak di pasar-pasar negara miskin  di selatan; menghalalkan (istihlal) terhadap harta yang haram dan istihlal terhadap kesehatan rakyat di negara itu dan kehidupan rakyatnya serta lingkungannnya! Dalam contoh tadi, terdapat istihlal untuk membunuh jiwa rakyat yang diharamkan.
9. Jikalau kita mengutuk, mengharamkan, dan menganggap satu kejahatan terhadap jual beli budak, jual beli yang  pelakunya menghalalkan penculikan ribuan budak di Afrika dan Asia, maka wajib bagi kita untuk memberikan keterangan yang tepat atas istihlal ala barat –istihlal yang direstui oleh gereja- istihlal (pembolehan) penculikan dan penawanan terhadap lebih dari empat puluh juta penduduk negro Afrika, mereka dibelenggu dengan rantai-rantai besi, dan dikirim dalam kapal-kapal angkutan hewan, dengan tujuan membangun kemegahan ras kulit putih di Amerika , diatas darah, tulang dan nyawa mereka.
10. Jika kita mengutuk, mengharamkan dan menganggap kejahatan atas penghalalan hal haram yang dilakukan pribadi atau kelompok marginal –dari segi jumlah dan pengaruh- mengancam kios-kios yang dimiiki oleh orang yang tidak sejalan dengan kita dalam agama dan kepercayaan... begitu juga perbuatan menghalalkan yang mengambil bentuk pencurian barang dari tempat jual beli diluar negara islam.
Jika kita mengutuk, mengharamkan, dan menganggap satu kejahatan terhadap jenis-jenis dari istihlal ini, maka wajib bagi kita untuk memberikan keterangan tepat yang dapat membeberkan kejahatan-kejahatan besar yang digambarkan oleh jenis-jenis istihlal imperialis sebagai bentuk ancaman bagi orang-orang lemah dimasa sekarang. Jika tidak, kita seperti orang yang melihat kotoran mata di mata orang yang lemah dan lupa –atau pura-pura lupa- dari kayu yang penuh dengan duri yang memenuhi mata diktator dan para Tiran.
Sesungguhnya halal adalah halal dan haram adalah haram, baik hal itu diukur dengan standar  norma-norma agama  –yang bersepakat didalamnya dan atasnya agama yang berbeda-beda- atau hal itu sesuai dengan rel fitroh yang Alloh berikan pada manusia ... atau hal itu sesuai dengan hukum internasional dan undang-undang  internasional, yang mencurahkan kepada  norma kemanusiaan yang mahal dan berharga untuk membangun sistemnya dan mempelopori ketertiban,,, dan apa yang dihancurkan oleh imperialisme baru dengan berbagai macam istihlal yang membahayakan.     

             
                



  





[1] HR. Muslim, Tirmidzy, Nasa’i Dan Imam Ahmad

TEROR

TEROR

   Memang terasa aneh –bahkan mengherankan- seruan Amerika –semenjak terjadinya pengeboman 11 September 2001- kepada negara-negara di dunia untuk mengobarkan perang dunia terhadap apa yang mereka namakan “TEROR” tanpa terlebih dahulu menyepakati atas makna kata “teror” ini!! Bahkan secara terus menerus menolak diadakannya konferensi internasional untuk membahas dan menyepakati  definisi kata “TEROR” tersebut.
Jika  kita anggap sikap Amerika tadi sebagai suatu sikap yang aneh dan mengherankan  -bahkan menimbulkan keraguan- maka rahasia dibalik sikap yang aneh, mengherankan, dan menimbulkan keraguan tadi adalah bahwa perang dunia baru telah diinginkan sebagian orang sebagai perang terhadap islam dibawah label “Teror”.
Bukti dari kenyataan ini –realitas yang terbilang tidak mungkin untuk disembunyikan- adalah:
1.      Presiden  Amerika George Bush Junior telah menggambarkan peperangan ini pada tanggal 16 September 2001 –yakni sebelum memulai identifikasi dalam kasus pengeboman 11 September- sebagai kampanye perang salib, yaitu perang keagamaan yang suci
2.      Usaha pembelaan diri dari penggambaran itu belum berhasil, dengan menggatakan: “Itu hanya kesalahan lisan”.. sampai-sampai pemimpin publikasi gereja Vatikan Kardinal Pasqualle Bourgomillo menguatkan tentang sensitifnya statemen yang diucapkan oleh Bush Junior itu dan motif mendasar dari perang Amerika. Ia berkata: “Disaat Vatikan mengajak untuk berpikir rasional, menyerukan diplomasi, dan mempertahankan hak internasional -peraturan internasional- disisi lain kita melihat ada kekuatan super –Amerika- yang dipimpin pemerintahan yang menganugerahi dirinya sendiri sebuah misi penyelamatan –suci- dan mengambil aksen serta kondisi perang salib.”[1]
3.      Sebagaimana diungkapakan Paus Vatikan Yohanes paulus II (1922-2005) mengenai: “Kehawatirannya terhadap implikasi agresi Amerika ke Irak menjadikan perang keagamaan.. diantara kaum nasrani dan kaum muslimin...     
4.      Kardinal Piulachi –wakil  Yohannes Paulus II dalam lawatan diplomasi untuk mencegah terjadinya perang Irak- awal tahun 2003 berkata: “Penyerangan terhadap Irak merupakan peperangan yang akan menuntun kita kepada masa depan yang gelap, akan  merobohkan kesempatan dialog diantara kaum Nasrani dan kaum muslim.[2]
5.      St. Yohanes -Wakil betrik katholik di Mesir- berkata: “Sesungguhnya Bush menggunakan nabi Isa sebagai tameng, dan spirit perang salib sebagai baju untuk mempertahankan keuntungan materi yang nanti akan diperoeh (minyak bumi), ia memang benar-benar secara sengaja mengarahkan statemen tadi sebagai kampanye perang salib, bukan sebagai salah ucap.”[3]
6.      Mantan presiden Amerika Jimy Carter melukiskan: “Ideologi pemerintahan Amerika yang menyulut peperangan ini adalah ideologi konvensi  baptis Amerika bagian selatan –South Baptis Convention- yang terkenal dengan pertanggung jawaban terhadap Israel  berlandaskan teologi konserfatif yang bersandar pada pemikiran lain, perjalanan kehidupan sebelum jatuh hari penghitungan atas segala amal di dunia.[4]
7.      Senator Amerika Edward Kenedy dan senator Babrik Lehy mengumumkan: “Pemerintah USA terdorong melakukan perang dengan dalih semangat Al Masih.”[5]
8.      Majalah News Week memberitakan: “Pemimpin perang Irak, presiden Bush Junior membawa ajaran injil yang diyakininya: “Bahwa perang terhadap Irak akan menjadi perang setimpal/penegakan keadilan sesuai dengan pemahaman kaum kristiani, seperti apa yang disampaikan bapa suci Agustin (354-430M.) dan dijabarkan oleh Thomas Akuiwini (1220-1273M.) dan Marthin Luther (1483-1546M.) serta yang lainnya. Sesungggunya -Bush- ketika menggunakan istilah “kejahatan” telah menggalinya secara langsung dari nyanyian puji-pujian....Pemikiran politik luar negrinya  selalu bersandar kepada iman kristiani, dan selalu memikirkan perang dengan nama kebebasan/ kemerdekaan warga sipil –termasuk didalamnya kebebasan/kemerdekaan beragama- didalam jantung pusat islam dan arab lama,  dan ia memperoleh dukungan atas prinsipnya dalam divisi politik pada konvensi baptis Amerika bagian selatan, dari orang-orang militan seperti  Richard land, Franklin Graham -bapak spiritual dari Bush– dialah orang yang mencaci maki rosul islam serta mendiskreditkan islam sebagai sebuah kepercayaan yang kejam dan rusak, tidak dapat dipungkiri –beserta para misionaris kristen- keinginannya merubah kaum muslimin menjadi kristen- apalagi di Baghdad.[6]
Disaat orang-orang menyaksikan –banyak diantaranya penduduk Amerika- motif asli dari perang dunia ini, sebuah peperangan yang ditujukan kepada islam  setelah pengeboman 11 September 2001...  begitu juga kesaksian dari para ahli strategi yang merencanakan pembuatan ketetapan Amerika atas realitas (perang) ini... kenyataannya bahwa perang ini bukan memerangi teror, akan tetapi hanya bertujuan memerangi ajaran-ajaran dalam islam;supaya lepas dari sifat aslinya dan sistem ajarannya yang mencakup agama dan negara, politik dan hukum, norma dan akhlak, dunia dan akhirat, hal itu akan terus berlanjut sampai islam mau menerima –sebagai ganti atas semuanya- nilai-nilai barat, kemoderenan ala barat dan pemisahan negara dari pengaruh agama ala barat (sekulerisme), dan pondasi kristen yang menaruh pemisahan diantara hak kaisar penguasa) dan Tuhan pada tempatnya masing-masing.
Dan diantara puluhan kesaksian warga Amerika dan orang barat atas realitas ini, realitas bahwasanya peperangan ini merupakan perang terhadap islam, dibawah jargon “teror” –satu kata yang mereka  bersikeras tidak mau untuk mendefinisikannya- diantara puluhan kesaksian itu kita memilih –sesuai dengan situasi dan kondisi- kesaksian seorang intelektual strategi Amerika Frans Fukuyama yang dalam kesaksiannya berkata –dengan ibarat yang jelas-: “Penyerangan Amerika tidak sederhana sebagai perlawanan terhadap teror, akan tetapi penyerangan itu sebagai bentuk perlawanan terhadap pokok ajaran islam yang berposisi sebagai oposan dari kemoderenan barat, lawan dari negara sekuler, ideologi fundamental ini secara prinsip menyerupai ancaman yang lebih besar –disebagian sisinya- dari pada ancaman yang dibuat oleh paham komunis... tujuan utamanya adalah menyerang sendi-sendi ajaran islam...sehingga islam mau menerima kemoderenan barat....sekulerisme barat... dan pondasi dasar kristiani: “ Taruhlah (berikanlah) hak Kaisar kepada Kaisar dan hak Tuhan kepada Tuhan”![7]
Untuk kenyataan ini, -kenyataan bahwa perang yang terjadi adalah memerangi islam yang menolak kemoderenan barat, menolak nilai-nilai barat (hal-hal yang bersifat kebarat-baratan), menolak sekulerisme barat... bukan perang terhadap teror yang di jadikan satir untuk menyembunyikan dan mengaburkan motif asli dibalik penyerangan itu- mereka bersikeras sepanjang tahun menolak usulan orang-orang islam dan arab yang mendesak pentinggnya pengadaan konvensi internasional untuk mendevinisikan kata “teror” dan membedakan diantara kata teror dengan “jihad islamy” , membedakan antara teror dan perang yang diperbolehkan untuk memerdekakan sebuah negara dari penjajahan... satu hal yang lebih dari sekedar misi dan hal mendesak akan pendevinisian dan penelitian kembali terhadap makna, isi, dan pemahaman islami terhadap kata teror.
Sesungguhnya pemahaman barat terhadap istilah “teror” dan apa yang mereka pahami dari  penggunaan kekerasan yang tidak sah (ilegal) untuk mengintimidasi warga sipil dan memaksa mereka untuk menerima apa yang diinginkan, terlebih bila teror ini dijalankan oleh kekuasaan yang sedang berkuasa untuk menindas rakyatnya, yaitu: teror internasional, yang menebarkan kecemasan dalam hati penduduk sipil,...[8] sungguh pemahaman barat terhadap teror sangat jauh dari pemahaman istilah teror dalam bahasa arab... Dalam Al Qur’an  -kitab pertama dalam bahasa arab dan kitab syariat islam- bahkan islam membebaskan (dari tuduhan) semua agama samawi dari penggunaan jalan teror, kekerasan, pemaksaan dan intimidasi warga dalam ajakan masuk kepada setiap agama-agama samawi.
Metode dakwah kepada kaum Yahudi dalam syariat nabi Musa adalah perkataann yang lemah lembut, bukan kekerasan dan penyerangan, perang dan teror:
إِذْهب انت واخوك بأيتى ولا تنيا فى ذكرى @ إذهبا الى فرعون إنه طغى @ فقولا له قولا لينا لعله يتذكر او يخشى @ قالا ربنا إننا نخاف أن يفرط علينا او أن يطغى @ قال لاتخافا إننى معكما اسمع وأرى @ فأتياه فقولا إنا رسولا ربك فأرسل معنا بنى إسرائيل  ولا تعذبهم قد جئناك بأية من ربك والسلم على من اتبع الهدى @
Artinya:“Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku:@ Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas;@ Maka  berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.@ Berkatalah mereka berdua: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas”.@ Alloh berfirman: “Janganlah kamu berdua khawatir, sesunggguhnya aku beserta kamu berdua , aku mendengar dan melihat”.@ Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dan katakanlah: “Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.@ (Q.S. Thoha: 42-47).  
Dan oleh karena nabi Musa tidak mendirikan negara, tidak memimpin laskar perang, tidak menceburkan diri dalam peperangan dan penyerbuan.... beliau dilahirkan, tumbuh dewasa, diutus jadi utusan, meninggal, serta dikubur di Mesir, maka jadilah syariatnya bebas dari pemaksaan,, kekerasan dan teror apapun.
Begitu pula halnya dengan agama kristen yang dibawa nabi Isa, agama ini merupakan syariat sufi yang mengajarkan perdamain dan ajaran perdamaian yang bercorak sufi, satu ajaran yang sampai pada devinisi dan contoh didalam perdamaian  dan ketentraman yang terkadang sulit ditemukan atas penerapannya dalam kondisi alam sekarang ini.
Oleh karena itu, Al Masih berkata: “Sesungguhnya kerajaannya tidak terletak dalam alam raya ini!! Pembebasan diri (dari tuduhan) kaum kristiany  -dan metodenya dalam berdakwah- dari kekerasan, pemaksaan, dan teror yang mengintimidasi warga, merupakan sebuah pembebasan diri yang tidak membutuhkan banyak cakap.
Sama halnya dengan metode dakwah islam dalam menyeru kepada Alloh. Metode  hikmah, mau’idzoh hasanah dan metode jadal billati hiya ahsan datang dalam rangka menguatkan manhaj Tuhan dalam mengajak kepada keimanan beragama;karena metode ini merupakan satu-satunya cara yang dapat membuahkan iman dan kepercayaan dalam hati sampai pada tingkatan yakin. Sedang teror – dalam arti intimidasi rakyat sipil dan memaksa sesuai kehendaknya- adalah jalan munafik –jalan yang lebih jelek dibandingkan dengan syirik secara terus terang dan kafir secara terang-terangan juga bukan jalan iman dengan dalih apapun-.
Didepan mereka, orang-orang  yang menyandarkan pemahaman akan adanya isyaroh dalam Al Qur’an –surat  Al Anfal- terhadap teror, sesungguhnya kesalahan yang fatal dari mereka –ini jika tujuannya baik...dan salah dalam memahami- adalah mereka terpancang pada istilah, lupa untuk membedakan pemahaman istilah “teror (irhab)” dalam Al Qur’an dan bahasa Arab dengan kandungan makna ala barat, satu pemahaman yang sekarang menyebar dalam ranah pemikiran, kebudayaan, politik dan media masa. jikalau mereka memang paham hubungan  persesuaian ayat-ayat Al Qur’an yang didalamnya terdapat istilah ini –dalam surat Al Anfal- kemudian mengkompromikan ayat-ayat lain yang menyinggung istilah teror ini –dan lafadz-lafadz yang termusytak darinya- dalam Al Qur’an, setelah itu menafsiri ayat-ayat tadi dan memahami istilah teror sesuai dengan kandungan makna bahasa arab serta hubungan persesuaian ala Qur’an maka tidak terketuk dalam benak seseorang  bahwasanya hanya terdapat hubungan minimal antara islam dengan teror –dalam arti pengintimidasian rakyat sipil dengan kekerasan, permusuhan, dan pemaksaan-.
Sesungguhnya ayat-ayat dalam surat Al Anfal berbicara tentang kaum musyrikin yang memusuhi kaum muslimin  dengan cara meneror dan menganggu   dalam urusan agamanya, dan mengusirnya. Lebih spesifik lagi,  pembahasan ayat-ayat tadi mengenai kaum  musyrikin pengganggu yang melakukan ingkar janji, dan mengintip kelengahan kaum muslimin, walaupun diantara mereka sudah ada perjanjian perdamaian dan keamanan, maka ayat ini memberi perintah kepada kaum muslimin untuk melawan dan menjadikan dari kekuatan mereka sesuatu yang dapat membuat kaum musyrik yang melakukan penghianatan dan merusak janji  takut dan gemetar.
Alloh mengajak berbincang rosul-Nya dalam ayat ini, Ia berfirman:
وإما تخافن من قوم خيانة فانبذ إليهم على سواء, إن الله لا يحب الخائنين @ ولا يحسبن الذين كفروا سبقوا إنهم لا يعجزون @ وأعدوا لهم ما استطعتم من قوة ومن رباط الخيل ترهبون به عدوالله وعدوكم وأخرين من دونهم لا تعلمونهم الله يعلمهم وما تنفقوا من شيئ فى سبيل الله يوف اليكم وانتم لا تظلمون @ وإن جنحوا للسلم فاجنح لها وتوكل على الله إنه هو السميع العليم @ وإن يريدوا أن يخدعوك فإن حسبك الله هو الذى أيدك بنصرة وبالمؤمنين @ وألف بين قلوبهم لو أنفقت ما فى الأرض جميعا ما ألف بين قلوبهم ولكن الله ألف بينهم إنه عزيز حكيم @
Artinya: Dan jika kamu mengetahui penghianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya mereka akan dapat lolos (dari kekuasaan Alloh). Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan (Alloh).@ Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan  persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Alloh, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahui-nya;sedang Alloh mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Alloh niscaya akan dibalas dengan ganjaran setimpal dan kamu tidak akan dianiaya.@ Dan jika mereka condong pada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertakwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha  Mengetahui.@ Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Alloh (menjadi pelindungmu). Dialah yang memberi kekuatan kepadamu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mu’min@ dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana@ (Q.S. Al Anfal:58-63).
Makna kata Al Irhab (teror) disini adalah menakut-nakuti kaum musyrikin agar tidak melakukan  penghianatan dan mencegah para penipu serta para penghianat;supaya tidak berhianat kepada kaum muslimin yang sudah mengadakan perjanjian.. Irhab bermakna kegiatan menakut-nakuti yang  nantinya membuahkan persiapan kekuatan yang dapat mencegah (hal-hal yang tidak diinginkan)... tidak bermakna menakut-nakuti musuh, kekerasan dan pemaksaan. Yakni perbuatan menakut-nakuti yang akan menghilangkan kekerasan, pemaksaan, dan peperangan.. makna teror disini seperti sebuah sangsi yang dapat mencegah akan terjadinya sesuatu, mengumandangkannya berarti mencegah kejahatan dan dari situ akan mencegah implementasinya... tidak ada hubungan antara kata Irhab –dengan makna ini- dengan intimidasi warga, memaksa mereka dengan kekerasan, perang dan pemaksaan –sebagaimana makna istilah teror dalam pemikiran orang barat-.
Sesungguhnya kepemilikan Uni Sovyet –sewaktu perang dingin.. di pertengahan abad 20-  terhadap senjata –yang menakutkan- nuklir dan hidrogen, adalah hal yang membuat kecemasan Amerika dan kehawatiran akan adanya serangan atom Sovyet.. maka terwujud keamanan dan ketentraman dunia dari malapetaka nuklir... begitu pula halnya dengan kepemilikan Pakistan terhadap nuklir yang menakutkan, kepemilikan itu menjadikan penggunaan nuklir India untuk melawan Pakistan sebuah kemustahilan. Malah keseimbangan pencegahan nuklir membuka jendela perdamain diantara dua negara. Andai   Jepang –tahun 1945- memiliki senjata nuklir, maka akan membuat takut Amerika, dan tentunya  Hiroshima dan Nagasaki terselamatkan dari bencana nuklir yang mengepung dan menghancurkan kedua kota di tanggal itu.
Disini, kata “Irhab”(Teror) –Bermakna teror untuk menakut-nakuti musuh- adalah jaminan untuk mewujudkan keamanan dan perdamaian bagi semuanya.
Makna istilah “Irhab” dalam bahasa Arab –bahasa Al Qur’an- menjadi saksi atas realitas pemahaman ini –Beserta penyerasian/runtutan yang terdapat dalam ayat-ayat  surat Al Anfal-
Dan ketika kita merujuk kepada Al Roghib Al Isfahany dalam kitabnya “Almufrodat fi Ghorib Al Qur’an” maka kita akan menemukan bahwasanya makna teror (irhab) –dalam Al Qur’an dan bahasa Arab- berlawanan dengan tindakan kekerasan yang menimbulkan intimidasi terhadap rakyat sipil dan menimbulkan ketakutan.. kata irhab berasal dari kata rohbah, bermakna kehawatiran dengan disertai penjagaan diri dan huru-hara
Tidak mungkin bagi orang yang waras menafsiri kehawatiran, kecemasan, dan ketakutan dengan tindakan kejam yang bersifat mengintimidasi dan menimbulkan ketakutan.. Dan ayat-ayat Al Qur’an yang didalamnya terdapat isyaroh terhadap istilah “irhab” menguatkan argumen tersebut, taklupa pula  perubahan bahasanya dari satu bentuk ke bentuk lain (tasrifah lughowiyah):
ولما سكت عن موسى الغضب أخذ الالواح وفى نسختها هدى ورحمة للذين هم لربهم يرهبون
Artinya: “Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali)luh-luh (Taurot) itu;dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya.”(Q.S. Al A’rof:154). Maksud dari kata lilladziina hum lirobbihim yarhabun disini adalah orang-orang yang takut kepada Tuhannya
يبنى إسرائيل أذكروا نعمتي التى أنعمت عليكم وأوفوا بعهدى أوف بعهدكم وإيى فارهبون
Artinya: Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya aku penuhi janji-Ku kepadamu;dan hanya kepada-Ku lahkamu harus takut (tunduk). (Q.S. Al Baqoroh:40). Makna kata wa iyyaaya farhabun adalah takutlah kepadaku dan tunduklah, jangan kau takut dan tunduk kepada selain Aku.
وقال الله لا تتخذوا الهين إثنين إنما هو إله واحد فإيى فارهبون
Artinya: Alloh berfirman: “Janganlah kamu menyembah dua Tuhan;sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut “ (Q.S. An Nahl:51). Maksudnya adalah dekatkanlah dirimu dan tunduklah hanya kepada Alloh, karena Dialah satu-satunya yang patut disembah, tidak ada yang menyekutukannya.
وجآء السحرة فرعون قالوا إن لنا لأجرا إن كنا نحن الغالبين @ قال نعم وإنكم لمن المقربين @ قالوا يموسى إمآ أن تلقى وإما ان تكون نحن الملقين @ قال القوا فلمآ ألقوا سحروا أعين الناس واسترهبوهم وجآءوا بسحر عظيم @
Artinya: Dan beberapa ahli sihir itu datang kepada Fir’aun mengatakan: “(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kami yang menang?”@ Ahli-ahli sihir itu berkata: “Hai Musa, kamukah yang akan melempar lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?” @ Musa menjawab: “lemparkanlah lebih dahulu)!” maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang menakjubkan. (Q.S. Al A’rof: 113-116). Maksudnya, mereka (tukang sihir) memberikan ketakutan yang luar biasa kepada para penonton.
فلما قضى موسى الاجل وستر بأهله أنس من جانب الطور نارا قال لأهله امكثوا إنى أنست نارا لعلى أتيكم منها بخبر أو جذوة من النار لعلكم تصطلون @ فلما أتها نودى من شاطئ الواد الأيمن فى البقعة المباركة من الشجرة أن يموسى إنى انا الله رب العلمين @ وأن ألق عصاك فلما رءاها تهتز كأنهاجآن ولى مدبرا ولم يعقب يموسى أقبل ولا تخف إنك من الأمنين @ أسلك يدك فى جيبك تخرج بيضآء من غير سوء واضمم إليك جناحك من الرهب فذانك برهنان من ربك إلى فرعون وملإه إنهم كانوا قوما فسقين @
Artinya: Maka tatakala Musa telah menyelesaikan waktu yang telah ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dia melihat api di lereng gunung, ia berkata kepada keluarganya: “tunggulah (disini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempatt) api itu atau membawa sepercik api, agar kamu dapat menghangatkan badan.”@ Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah sebalah kanan pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: “Wahai Musa, sesunggguhnya aku adalah Alloh, Tuhan semesta alam.”@ dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru): “Hai Musa, datanglah kau kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman.@ Masukanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia akan keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada) mu bila ketakutan, maka yang demikian  itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan kepada Fir’aun dan para pembesar-pembesarnya). Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik.@ (Q.S. Al Qoshosh:29-32). Kata Al Rohb disini sama dengan kata khouf yang artinya takut/cemas.
ألم تر الى الذين نافقوا يقولون لإخوانهم الذين كفروا من أهل الكتب لئن أخرجتم لنخرجن  معكم ولا نطيع فيكم أحدا أبدا وإن قوتلتم لننصرنكم والله يشهد إنهم لكذبون @ لئن أخرجوا لا يخرجون معهم ولئن قوتلوا لا ينصرونهم ولئن نصروهم ليولن الأدبر ثم لا ينصرون @ لأنتم أشد رهبة فى صدورهم من الله  ذالك بأنهم قوم لا يفقهون @ لا يقاتلونكم جميعا الا فى قرى محصنة او من ورآء جدر بأسهم بينهم شديد تحسبهم جميعا وقلوبهم شتى ذالك بأنهم قوم لا يعقلون @
Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-oranng munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir diantara ahli kitab: “Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu;dan kami selamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan)mu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantumu.” Dan Alloh menyaksikan, bahwa mereka benar-benar pendusta.@ Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya kaum munafik tidak akan menolongnya; sesungguhnya jika mereka(munafik) menolongnya niscaya mereka akan berpaling kebelakang, kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan.@ Sesungguhnya kamu dalam hati mereka lebih ditakuti daripada alloh. Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tiada mengerti.@ Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatupadu kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau dibalik tembok. Permushan antar sesama mereka sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti.@ (Q.S. Al Hasyr:11-14)) Asyaddu rohbatan:Asyaddu Takhwiifan(lebih ditakuti).
وزكريآ إذ نادى ربه رب لا تذرنى فردا وأنت خير الوارثين @ فاستجبنا له ووهبنا له يحيى وأصلحنا له زوجه إنهم كانوا يسرعون فى الخيرات ويدعوننا رغبا ورهبا وكانوا لنا خشعينن @
Artinya: Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris yang paling baik.@ Maka kami memperkenan-kan do’anya, dan kami anugrahkan kepadanya Yahya dan kami jadikan isterinya dapat menngandung. Sesungguhnya mereka adalah oranng-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-peerbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada kami.@ (Q.S. Al Anbiya:89-90). Roghoban Wa Rohaba yakni mengharapkan rohmat kami dan takut atas siksa kami  
يأيها الذين أمنوا إن كثيرا من الأحبار والرهبان لياكلون أموال الناس بالبطل ويصدون عن سبيل الله والذين يكنزون الذهب والفضة ولاينفقونها فى سبيل الله فبشرهم بعذاب أليم
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan bathil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Alloh. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Alloh, maka beritahukanlah kepada mereka, (Bahwa mereka akan mendapat) siksa yang  pedih. (Q.S. At Taubah:34).
لتجدن أشد الناس عدوة للذين أمنوا اليهود والذين أشركوا ولتجدن أقربهم مودة للذين أمنوا الذين قالوا إنا نصرى ذالك بأن منهم قسيسين ورهبانا وأنهم لا يستكبرون @ وإذا سمعوا مآ أنزل إلى الرسول ترى أعينهم تفيض من الدمع مما عرفوا من الحق يقولون ربنآ أمنا فاكتبنا مع الشاهدين
Artinya: sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannnya terhadap orang-orangyang beriman ialah orang-orangYahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sessungguhnya kami ini orangNasrani”. Yang demikian itu disebabkan karena diantara mereka itu (Orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena  sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.@ Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabakan kebenaran Al Qur’an yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri): seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Qur’an dan kerasulan Muhammad Saw).      
وقالت اليهود عزير ابن الله وقالت النصرى المسيح ابن الله ذلك قولهم بأفوههم يضهئون قول الذين كفروا من قبل قتلهم الله  أنى يؤفكون @ اتخذوا أحبارهم ورهبانهم أربابا من دون الله والمسيح ابن مريم ومآ أمروا إلا ليعبدوا إلها وحدا لآإله إلا هو سبحنه عما يشركون @ يريدون أن يطفئوا نور الله بأفواههم ويأبى الله إلا إن يتم نوره ولو كره الكفرون @              
Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Alloh” dan orang nasrani berkata: “Al Masih itu putera Alloh”. Demikianlah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru ucapan orang-orang kafir terdahulu. Mereka dilakanati Alloh;bagaimana mereka sampai berpaling?@ mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Alloh, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam;padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yanng Maha Esa;tiada Tuhan selain dia. Maha suci Alloh dari apa yang mereka persekutukan.@ Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Alloh dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Alloh tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukai.@ (Q.S. At Taubah:30-32)
ولقد أرسلنا نوحا وإبراهيم وجعلنا فى ذريتهما النبوة والكتب فمنهم مهتد وكثير منهم فسقون @ ثم قفينا على أثرهم برسلنا وقفينا بعيسى ابن مريم وأتينه الإنجيل وجعلنا فى قلوب الذين اتبعوه رأفة ورحمة ورهبانية ابتدعوها ما كتبنها عليهم إلا ابتغاء رضوان الله فما رعوها حق رعايتها فئاتينا الذين أمنوا منهم أجرهم وكثير منهم فسقون @  
Dan sesunggguhnya kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim dan kami jadikan kepada keturunann keduanya kenabian dan Al Kitab, maka diantara mereka ada yang menerima petunjuk dan banyak diantara mereka yang fasik.@ Kemudian kami iringi dibelakang mereka dengan rasul-rasul kami dan kami iringi (pula) dengan Isa putera Maryam;dan kami berikan kepadannya Injil dan kami jadikan dalm hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rohbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi mereka sendirilah yang mengada-adaknnya) untuk mencari keridoan Alloh, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka kami berikan kepada orang-orang yang beriman diantara mereka pahalanya dan banyak diantara mereka orang-oranng fasik.@ (Q.S. Al Hadiid:26-27)
Ar Ruhban adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam takut kepada Alloh. Dan Rohbaniyah adalah bersungguh-sungguh dalam takut kepada Alloh –tidak terdapat dalam kandungan istilah-istilah Al Qur’an manapun- kata yarhabuun... farhabuun... turhabuun... istarhabuuhum.. arrohbbu.. arrohbah.. arruhbaan.. arrohbaniyah.. sesuatu yang mengindikasikan dari dekat atau jauh terhadap makna teror menurut orang barat... makna: kekerasan yang membuat takut orang-orang yang tak bersalah dan warga sipil.
Memang sebagian penyebar berita ketakutan dan kebohongan, mengarahkan –walaupun bukti-bukti ini telah disodorkan pada mereka- kecurigaan terhadap islam bahwasanya Islam telah meletakan pondamen teror...
Tokoh agama sekailgus politik, pendeta Amerika Butt Robertson –Pendiri kelompok  persekutuan politik kristen- yang memegang kontrol konggres Amerika, partai Republik dan pemerintah Amerika. Dia merupakan  mantan calon presiden Amerika, bapak spiritual dari Presiden Bush junior, yang ditangannya Bush lahir kembali dalam pemahaman baru mengenai kristen. Pendeta itu berkata: “Sesungguhnya agama islam mengajak kepada kekerasan... dengan merenungkan makna hakiki terhadap ayat-ayat  Al Qur’an, sesungguhnya Usamah Bin Laden orang yang paling sempurna dalam menjalankan agamanya dibanding yang lain....![9]
Tokoh orientalis Yahudi Amerika Bernard Louis berkata: “Sesungguhnya teror pada hari ini merupakan perseteruan/sengketa panjang diantara islam dan barat.. aturan etika yang islam bersandar kepadanya berbeda dengan yang ada dalam peradaban Yahudi/kristen –barat- dan ayat-ayat Al Qur’an membenarkan penggunaan kekerasan untuk memerangi umat lain... perang ini merupakan perang antar agama!![10]
Margaret Tetcher –mantan Perdana Mentri Inggris- berkata: “Tantangan teror islam yang tiada taranya tidak berhenti pada Usamah Bin Laden saja akan tetapi mencakup sampai orang-orang yang memberi pinjaman (modal) dalam serangan 11 September terhadap Amerika, dan orang-orang yang mendanai Usamah Bin Laden dan Thaliban, akan tetapi mereka menolak nilai-nilai barat dan kepentingan mereka bertentangan dengan kepentingan orang barat.[11]
Jika sebagian para pendusta telah mencurigai islam sebagai pembuat pondasi teror –dengan makna membunuh orang-orang yang tak bersalah dan menakut-nakuti warga sipil- kemudian pena dan tulisan mereka membuka kejelekan-kejelekan kaum muslimin ketika mengungkapkan “Pengingkaran nilai-nilai barat... dan penentangan impian-impian barat”  sebagai teror dan kekerasan berdarah. Sesungguhnya kita menoleh pemikirannya  sebuah pemikiran munafik  yang menjadikan mereka mencurigai “korban” dan membebaskan “terpidana” !!. Kita  berbicara kepada mereka:
Tidakkah kalian lihat kejadian-kejadian yang sudah biasa dialami oleh kebanyakan warga muslim, mereka telah jadi korban dan korban pembunuhan dari kekerasan orang Barat Yahudi  di Palestina, Irak, Checnia, Thailand, Vietnam, Philipina, dan daerah-daerah islam lain.
-Pengusiran warga muslim dari rumah dan daerah mereka, pemindahan mereka ke barak-barak pengungsian adalah tindak kekerasan, teror, dan menakut-nakuti warga yang tak bersalah- dan mayoritas para pengungsi di muka bumi ini adalah dari kaum muslimin.
 Alangkah lebih baik kita memandang sejarah hubungan antara barat dan timur;supaya tangan kita, penglihatan kita, dan pandangan kita  dapat meraba dan melihat (menjangkau) abad-abad peperangan, tindak kekerasan, dan pemaksaan budaya, politik, agama, dan peradaban yang telah dilakukan barat sebagai bentuk perlawanan terhadap timur dalam sebagian besar abad-abad tersebut:
Sepuluh abad dari peperangan dan ekspansi Yunani/Romawi/Bizantium dari mulai Alexander Agung (356-323SM.) –Di abad 4 Sebelum Masehi- sampai Heraclius (610-641M.)-Abad 7M.-
Dua abad dari perang Salib (489-690H./1096-1191M.)
Lima abad yaitu masa perang barat modern –Yang dimulai sejak jatuhnya kota Granada (897H./1492M.) dari kekuasaan islam ... kemudian menjajah sebagian besar  kantong-kantong islam. Ini merupakan perang  untuk mengobati hegemoni barat hingga sekarang.
Sesungguhnnya dengan melihat peta timur dan barat, tangan kita, penglihatan dan pandangan kita akan mendapatkan satu kenyataan yang berkata: “Dimanakah perang, penjajahan, dan balas dendam yang membuat ketakutan warga, membuat kecemasan orang-orang yang tak bersalah? Sesungguhnya pangkalan-pangkalan militer barat memenuhi daerah-daerah islam.
Ratusan ribu tentara barat menduduki banyak daerah islam.
Ratusan pabrik barat yang melintasi benua dan negara merongrong kekayan dunia islam.
Disaat itu pula peta barat kosong dari wujud apapun tentang islam atau memberi kebebasan pada mereka. Sampai-sampai para pribadi muslim yang hidup di barat menjadi –apalagi setelah pengeboman September 2001- korban dari berbagai macam tindakan diskriminasi, ketakutan, penjara dan penahanan dengan alasan yang tak dapat dijelaskan, dan hingga para pengacarapun juga tidak tahu!!. Penahanan abadi sepanjang masa tanpa menjelaskan sebab-sebab penahanannya!!. Karena mereka mirip atau benar-benar seorang muslim, itu saja alasannya. Satu hal yang dapat mengingatkan kita akan statemen orientalis Perancis Jack Perk (1910-1995) yang membicarakan tentang sejarah hubungan barat dengan islam: “ sesungguhnya islam yang menjadi akhir dari  tiga agama samawi, dan yang menjadi agama lebih dari satu milyar penduduk bumi, agama yang dekat dengan barat dari titik pandang geografi, sejarah, sampai pada ranah nilai dan pemahaman, telah dan akan menjadi sampai sekarang menurut orang barat: Sepupu yang tidak diketahui... saudara laki-laki yang tidak diterima... yang ditolak selamanya... dijauhkan selamanya... dan punya kemiripan selamanya...[12]
Lantas, dimanakah teror yang membuat takut orang-orang yang tak bersalah dan penduduk biasa? Dan siapakah orang-orang yang membuat dan melancarkan aksi teror ini?
-Jikalau ajaran kuno Yahudi– bukan syari’at nabi Musa -telah menjadi komposisi dari peradaban barat- yang mewarisi struktur imperialis –bukan manusianya- Praktek ini dengan dunia timur (islam) dan dengan orang-orang islam maka kita membaca didalam ajaran Yahudi ajakan untuk memusnahkan seluruh manusia yang ada di muka bumi dan memusnahkan seluruh manusia tanpa memberi peluang untuk mengadakan perjanjian. Janganlah matamu memandang iba pada mereka... hapuslah nama-nama mereka dari bawah langit seperti kaum ‘Amalik!! (safarutasniyah, ishah 7:1-6, 14-16, ishah 20:10-16, ishah25:19)
Sebagaimana kita membaca pemikiran ini –saat ini- fatwa-fatwa pendeta  Yahudi yang meletakan “ajaran berdarah” dalam tindakan dan perebutan atas tanah Palestina. Hal itu seperti fatwa pendeta Yahudi (Al ‘akid .A. fidan zimbal), dalam fatwanya ia mengatakan kepada tentara Yahudi yang menduduki kelompok barat: “Sesungguhnya syariat mendorong kita untuk membunuh siapa saja, sampai penduduk yang baikpun harus kita bunuh..!!!![13]
Lantas, dimanakah kita? dan dimanakah dunia dari teror yang menebarkan ketakutan kepada penduduk sipil, dan membunuh sampai-sampai membunuh para penduduk yang tak bersalah.
Sesungguhnya kaum muslimin bukan orang-orang yang memusnahkan komunitas Hindu dan merobohkan peradabannnya
Mereka (kaum muslimin) bukan orang-orang yang menggunakan senjata penghancur masal –bom atom- dalam memusnahkan penduduk yang tak bersalah di Hiroshima dan Nagasaki Jepang pada tahun 1945
Mereka bukan orang-orang yang meracuni tanah, membakar hutan, dan memusnahkan tiga juta penduduk di Vietnam
Bukan pula dalang dari pembunuhan kurang lebih dua juta syuhada di Al Jazair
Mereka bukan orang-orang yang menggunakan uranium, bom cluster, meracuni lingkungan dan membunuh puluhan ribu, bahkan meluluhlantakan tempat-tempat peninggalan peradaban langka dan berharga di Irak.
Mereka bukan orang-orang  yang memusnahkan tujuh puluh juta jiwa dalam dua perang dunia kolonial yang terjadi dalam abad dua puluh.
Mereka juga bukan orang-orang yang berusaha menjadikan banyak dari negara-negara di selatan (Afrika) sebagai kuburan bagi limbah atom yang dapat membinasakann serta merusak kehidupan, dan menjadikan dari  kehidupan orang-orang selatan dan dari pertanian mereka sebagai lahan percobaan, sumber-sumber penghasilan insektisida berbahaya, pupuk tak layak jual dan obat kadaluarsa.
Orang-orang muslim –dalam sejarah mereka, di masa dahulu, zaman pertengahan, dan zaman sekarang- bukan orang-orang yang melakukan kejahatan-kejahatan tadi, bukan pula yang melakukan sebagian darinya.
Jika kaum muslimin telah mempersiapkan kekuatan sebagaimana yang telah diperintahkan dalam surat Al Anfal: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Alloh, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya;sedang Alloh mengetahuinya.” (Q.S Al Anfal:60) .... dan  menjadikannya sebagai sumber  kekuatan, pencegahan, dan kemuliaan. Kemudian  menakut-nakuti orang-orang yang  tamak terhadap daerah mereka dan kekayaannya, maka tidak akan terjadi teror ini, teror yang menjadikan mereka sebagai korban didalam dunia ini.



[1] Surat kabar Al Hayat London, edisi 29-2-2003.
[2] Surat kabar As Syarq Al Ausath, London, edisi 8-3-2003.
[3] Surat Kabar Al ‘Araby, Kairo, edisi 16-3-2003.
[4] Surat Kabar As Syarq Al Ausath, edisi 10-3-2003.
[5] Surat Kabar Al Hayat, edisi 29-2-2003.
[6] News Week Amerika, edisi 11-3-2003.
[7] News Week Amerika, edisi Desember  2001, dan Februari 2002.
[8] Mu’jam Al ‘Ulum Al Ijtima’iyah –Majma’ Lughot Al ‘Arabiyyah- cet. Kairo, thn. 1975.
[9] Surat kabar As Syarq Al Ausath, edisi 3 Februari 2002, dan surat kabar Al Hayat, edisi 26 Februari 2002,  serta surat kabar Al Ahraam Kairo, edisi 11 februari 2002.
[10] Surat kabar Al Ahraam, edisi 3 maret 2003, Al Ahram menukil pernyataan Zachary Karbel di News Week edisi 14 Januari 2002.
[11] Surat kabar As Syarq Al Ausath, edisi 14 Februari 2002.
[12] Dari statemen Jack Perk pada tanggal 27 Juni 1995, lih. Husunatul Mishbahy (Al ‘Arab wa Al Islam fi Nadzri Al Mustasyriq Al Faransy Jack Perk, surat kabar As Syarq Al Ausath, edisi 1 Nophember 2000.
[13] Israil Syajak: Ad DiyanahAl Yahudiyah Wa Mauqifuha Min Ghoir Al Yahud, hal. 134,135, terjemah: Hasan Khidir, cet. Kairo, thn. 1994.

Jahiliyah Dan Pengkafiran

Jahiliyah dan Pengkafiran
 Dr. Muhammad Imaroh

Jika sebagian dari bentuk pemahaman Ustadz Al Maududy (1321-1399H/1903-1979M.) telah terlanjur berinteraksi dengan pemahaman “Kekuasaan” dengan bentuk mencampuraduk dan membuat samar... maka sang ustadz benar-benar telah berinteraksi dengan pemahaman istilah jahiliyah, sebuah interaksi yang membutuhkan kritik tematik dan pembenaran secara berani...
Jahiliyah dalam istilah Arab dan Islam adalah waktu jeda/kosong dan tidak ada syariat islam didalamnya, yakni sebuah periode diantara  dua rosul, dua risalah dan dua syariat, tanpa ada seorang rosulpun pada masa tersebut, dalam periode itu tidak ada agama yang benar sekaligus dapat menuntun umat, yang ada hanya perbuatan syirik dan animisme yang menjadi poros keyakinan mereka.[1] Dan orang-orang yang mengatakan dan mengarahkan gambaran masa jahiliyah pada masyarakat islam modern beserta peradaban, negara dan pemerintahannya, bertolak pada pemahaman bahwa “jahiliyah” adalah sebuah kondisi bukan periode waktu -dan diantaranya adalah Al Maududy dan orang-orang yang sepemahaman dengan beliau- benar-benar telah mengesampingkan kebenaran dari diri mereka sendiri ketika tidak mau untuk membedakan diantara adanya “campuran kotoran jahiliyah” dalam masyarakat islam modern dan adanya praktek “jahiliyah secara menyeluruh”dalam masyarakat. Jahiliyah secara menyeluruh diartikan tidak adanya syariat islam dan perubahan syirik dan animisme menjadi poros keyakinan dalam masyarakat...  Dan hal itu merupakan  statemen yang tidak diucapkan kecuali dari seseorang yang punya pandangan ekstrim.
Kondisi kaum muslimin pada masa beliau masih hidup tidak steril dari “kotoran jahiliyah”. Dan walaupun begitu, bagi orang yang punya akal sempurna tidak mungkin menggambarkannya sebagai masyarakat jahiliyah. Dalam kitab shohih Bukhori disebutkan: -dari hadits Jabir bin Abdillah-

قال: كنا فى غزاة, فسكع رجل من المهاجرين رجلا من الأنصار, فقال الأنصارى: يا للأنصار, وقال المهاجرى: يا للمهاجرين, فسمع ذالك رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: ما بال دعوى الجاهلية....دعوها فإنها منتنة [2]
Artinya: ia berkata: Kita dalam barisan perang, alkisah ada seorang sahabat muhajirin menampar seorang sahabat Ansor, terus sahabat Ansor berkata: celaka wahai sahabat Ansor!! dan sahabat Muhajirin juga berkata dengan ungkapan yang serupa. Rosululloh mendengar ucapan mereka, kemudian berkata: apa bagusnya panggilan dengan ungkapan jahiliyah... tinggalkanlah,sebab ia berbau busuk (tidak sedap didengar).
Adanya panggilan jahilliyah yang tidak enak didengar, dan terlontarnya kata-kata itu sampai-sampai pada lisan sebagian sahabat tidak diartikan bangkitnya  kembali peradaban jahiliyah secara menyeluruh. Contoh lain adalah sebuah hadits yang di ceritakan oleh Abi Dzar Al Ghiffary. Di ceritakan beliau memaki seorang laki-laki pada zaman rosululloh dengan cara menimpakan aib pada ibunya. Setelah kejadian itu laki-laki tersebut  mengadukan perkaranya kepada rosululloh. Rosul berkata pada Abi Dzar: Sungguh kamu seorang laki-laki yang masih menyimpan adat jahiliyah[3]. Masih adanya satu dua hal dari adat jahiliyah pada diri seorang sahabat besar Abi Dzar tidak lantas secara otomatis memasukan dirinya dalam kategori orang jahiliyah, sama sekali tidak! Tetapi Al Maududy  telah berangkat jauh mendahului kita dengan dakwaannya: “Musnah sudah kekuasaan ilahy  dari masyarakat muslim dan negara-negara islam” –apalagi tentang status peradaban masyarakat barat- dari landasan ini beliau berpendapat bahwa setiap masyarakat muslim dan negarannya dihukumi jahiliyah (karena mempraktekan sebagian adat jahiliyah) -dan dari situ kemudian meningkat pada pengkafiran- tanpa mengkafirkan orang perorang atau masyarakatnya  terlebih dahulu.
Bahkan dari poin  tadi beliau berpendapat secara serampangan bahwa dalam sejarah islam dan peradaban kaum muslimin semenjak masa akhir dari pemerintahan sahabat Utsman (47SH.-35H./577-656M.) telah dikuasai oleh cara hidup jahiliyah.
Beliau  telah menulis tentang ke-jahiliyah-an orang barat, ia berkata tentang masa jahiliyahnya: “Sungguh masa ini masa jahiliyah murni, baru, kontemporer dan modern...”[4]
Ia juga menulis tentang mundurnya peradaban islam, kebudayaannya, dan aturan sosial masyarakatnya,  mundur kembali pada masa jahiliyah semenjak akhir pemerintahan khalifah Usman bin Affan. Ia berkata: “Raihan gilang gemilang yang telah ditorehkan oleh nabi telah berjalan sesuai dengan jalurnya pada pemerintahan Abu Bakar (52SH-13H./573-634M.) dan Umar bin Khotob (40SH.-23H./584-644M.). Kemudian tampuk pemerintahan berpindah kepada Utsman bin Affan, dan raihan kegemilangan itu masih tetap terjaga pada beberapa tahun dari awal pemerintahannya...”
Akan tetapi kholifah yang ketiga ini  tidak mempunyai keistimewaan-keistimewaan yang ada pada dua kholifah besar sebelumnya, sebagian dari sifat yang seharusnya ada pada diri seorang kholifah –untuk memerintah dan membuat kebijaksanaan- tidak melekat dalam dirinya, sifat-sifat yang secara sempurna tercermin dalam diri kholifah Abu Bakar dan Umar. Maka, tradisi jahiliyah menemukan jalannya kembali untuk mengatur kehidupan sosial masyarakat islam, dan alirannya sungguh deras, walaupun sahabat Usman berusaha keras  membelokkannya dengan segenap kemampuan, akan tetapi beliau tidak sanggup tuk melawannya. Kemudian yang menggantikan beliau adalah sahabat Ali (23SH.-40H./600-661M.). Daya upayanya untuk mencegah prahara ini dan menjaga kekuasaan politik islam dari cengkraman jahiliyah telah dikerahkan semua, akan tetapi beliau tidak mampu untuk membendung kembalinya adat jahiliyah pada tatanan masyarakat. Dengan itu tamatlah masa khilafah yang sesuai dengan sistem kenabian, dan digantikan dengan Tyrant kingdom, dan dimulailah hukum dan kekuasaan yang berdiri atas aturan-aturan  jahiliyah sebagai ganti dari aturan islam.[5]
Kemudian Al Maududy meneruskan pernyataannya yang serampangan, ia menyatakan bahwa setelah pemerintahan Umar bin Abdul Aziz kaum muslimin berada dalam masa jahiliyah untuk selamanya dan dikuasai oleh kesesatan dan kebathilannya, ia berkata: “Krisis politik dan pemerintahan telah beralih setelah pemerintahan Umar bin Abdul Aziz menuju kekuasaan jahiliyah untuk selamanya, berdirilah kekuasaan Bani Umayyah, kemudian Bani Abbas, kemudian raja-raja Turki, capaian keberhasilan pemerintahan ini terangkum dalam wacana mengembalikan kembali filsafat Yunani, Romawi, kaum ajam, dan menyebar luaskannya pada masyarakat islam sesuai dengan bentuk asalnya, dan disisi lain tersebar pula –dengan kekuatan hukum dan keuangan negara- kesesatan-kesesatan era jahiliyah periode pertama dan kebatilannya dalam seluruh cabang ilmu, seni, peradaban, dan sosial.[6]
Al Maududy melanjutkan pernyataannnya, ia berkata tentang kembalinya masyarakat muslim pada era jahiliyah: “Secara alami hal itu berbarengan dengan trik untuk menjual filsafat Yunani, sastra dan seninya agar  laku dalam masyarakat islam, maka diadakanlah pembukuan ilmu-ilmu pengetahuan sesuai dengan gaya orang islam (ala islamy).[7] Peradaban yang berkembang dan menjulang di Cordoba, Baghdad, Delhi, dan Kairo semuanya tidak memasukan unsur islam dan juga tidak berhubungan sama sekali dengan islam, sejarahnya juga bukan sejarah islam, bahkan yang paling pantas adalah menuliskannya dalam catatan kriminal dengan tinta hitam...”!![8]
Dari pernyataan Al Maududy  yang ekstrim ini, -hal yang tidak dapat dibenarkan- Sayyid Quthb (1324-1386H/1906-1966M) dalam masa-masa cobaan dan ketegangan, saat dimana ia menulis buku Ma’alim Fi al Thoriq berkata: “Sungguh, sudah termasuk dalam atmosfir masyarakat jahiliyah sebuah komunitas yang menyangka dirinya sebagai komunitas muslim”
Komunitas ini tidak masuk dalam lingkaran masyarakat muslim bukan karena meyakini adanya Tuhan lain selain Alloh, dan bukan pula karena mereka mengedepankan syiar-syiar penyembahan kepada selain Alloh; akan tetapi mereka masuk dalam klasifikasi jahiliyah karena  tidak murni dalam beragama, yaitu hanya menyembah kepada Alloh saja dalam aturan kehidupannya, mereka –walaupun tidak meyakini adanya Tuhan selain Alloh- memberikan keistimewaan Ketuhanan kepada selain Alloh, kemudian mengikuti aturan lain yang dibuat  kekuasaan selaiNya, dari kekuasaan lain tersebut mereka menerima aturannya, syariatnya, nilai-nilainya, , adat dan tradisinya, dan mata pencaharianya...Posisi islam mengenai masyarakat ini terikat dalam satu ibarat: “Menolak pengakuan keislaman dari komunitas ini secara muthlak”[9]
Stempel islam dari komunitas ini menurut -Sayyid Quthb- hanya sebuah anggapan, karena –walaupun mereka tidak menyembah  selain kepada  Alloh- mereka telah nyata-nyata dekat dengan kekuasaan selain kekuasaanNya dalam segala segi kehidupan, dalam aturan, syariat, norma, pertimbangan, adat, tradisi dan mata pencaharian mereka.
Bahkan Sayyid Quthb lebih serampangan dibanding Al Maududy, disaat dirinya tidak mencukupkan diri  –seperti halnya Al Maududy- menghukumi masyarakat muslim dengan cap jahiliyah beserta negara, sejarah, budaya dan peradabannya, ia menyuarakan dengan lantang: “Wujud masyarakat muslim telah terputus semenjak beberapa abad yang lalu, yang paling penting sekarang adalah mewujudkan kembali umat dan masyarakat islam baru.”
Sayyid Quthb –secara serampangan- telah berpendapat sejauh ini.  Selanjutnya ia menulis dan dalam tulisannya ia berkata:  “Wujud umat islam dianggap sudah musnah sejak beberapa abad yang lalu, wujud umat islam tidak diartikan “bumi” dimana didalamnya islam hidup, juga tidak diartikan sebuah kaum yang secara turun temurun hidup dalam aturan islam, yang dinamakan umat islam adalah segolongan manusia yang kehidupannya, gambaran angan-angannya, bentuknya, nilai-nilainya, aturan-aturannya, pertimbangan dalam segala hal mengacu pada metode islam.
Masyarakat muslim tadi –dengan segala tanda-tandanya- telah terputus keberadaannya semenjak terputusnya pemberlakuan hukum Alloh dari atas muka bumi secara keseluruhan, oleh karena itu, masalah yang sebenarnya kita hadapi adalah masalah kafir dan iman, masalah syirik dan tauhid, masalah jahiliyah dan islam, dan seyogyanya inilah yang dijelaskan. Orang-orang itu bukan orang islam –seperti pengakuan mereka- mereka hidup dengan kehidupan jahiliyah, ini bukan islam sebenarnya, mereka juga bukan umat islam sebenarnya, seruan yang tepat sekarang adalah mengembalikan mereka (orang yang menganggap diri mereka muslim) kepada agama islam sebenarnya dan menjadikan mereka kaum muslimin baru.[10]
Begitulah Sayyid Quthb –Yarhamuhu Alloh- menghakimi umat kita ini -tidak melulu pada negara, masyarakat, dan peradabannya- dengan cap kafir, syirik dan jahiliyah. Melainkan Juga meniadakan keimanan, tauhid dan keislaman dari umat islam. Umat islam, ya... umat islam menurutnya bukan kaum muslimin sebagaimana pengakuan mereka! Tujuan dari seruan yang metodenya terangkum dalam buku Ma’alim Fi Al Thoriq adalah mengembalikan mereka dari kesesatan jahiliyah kepada ajaran islam, menjadikannya sebagai warga muslim yang baru.
Kemudian ia melanjutkan perkataannya dalam rangka mengukuhkan pernyataannya yang mebahayakan umat ini, “Sudah sepantasnya bagi para mubaligh untuk memahami bahwa ketika mereka mengajak umat manusia untuk membangun kembali agama (islam) ini, maka langkah pertama yang wajib mereka lakukan adalah mengajak umat untuk memeluk akidah islam walaupun mereka mengaku telah beragama islam dan catatan kelahiran mereka juga bersaksi atas keislamannya. Jikalau ada segolongan orang yang mau masuk agama islam, maka merekalah yang dinamakan masyarakat muslim sebenarnya.[11]
Apapun yang ada disekitar kita, dan apapun yang berada di dunia ini masuk dalam kategori jahiliyah, bahkan masa jahiliyah yang lebih petang dari jahiliyah yang ada sebelum islam. Meminjam ibarat Sayyid Quthb: “Sekarang, dunia ini (manusia) hidup pada masa jahiliyah ditinjau dari segi hal-hal fundamental yang darinya muncul mata pencaharian dan tatanannya, masa jahiliyah yang tidak mampu memberikan sedikit saja keringanan dan kemudahan dalam materi, pemenuhan kebutuhan pokok yang layak. Kita sekarang hidup pada masa jahiliyah, jahiliyah yang dulu digantikan oleh islam atau bahkan lebih petang dari jahiliyah zaman dahulu, setiap apa yang ada disekitar kita merupakan produk jahiliyah, angan-angan dan keyakinannya, adat dan tradisinya, sumber kebudayaan, seni dan sastra, syariat dan aturan hukumnya, sampai-sampai banyak hal yang kita anggap sebagai warisan budaya islam, sumber-sumber data keislaman, filsafat islam, pemikiran islam... semuanya  adalah produk yang berlabel  jahiliyah.[12]
Ini merupakan tingkatan serampangan yang paling ekstrim, dan pendapat ini belum pernah ada sebelumnya dalam sejarah islam modern yang cerah, sama sekali belum pernah ada.
 Itu semua merupakan statemen yang ekstrim dalam periode islam modern, hal yang menjadikan tumbuhnya sebuah kelompok pemuda (kelompok ekstrim) yang sangat keterlaluan dan  melampaui batas dalam memahami beberapa elemen –kekuasaan, jahiliyah, pengkafiran-  membangkitkan perlawanan pada pemerintahan dimasanya, dan termasuk contoh dari orang-orang yang berkata  –dalam buku Al faridoh Al Ghoibah- :”Negara ini (Mesir) dihukumi negara kafir, walaupun mayoritas penduduknya beragama islam..dan hukum-hukum yang berlaku pada kaum muslimin sekarang adalah hukum-hukum orang kafir, bahkan hukum-hukum itu merupakan aturan yang dibuat oleh orang kafir dan dijalankan oleh kaum muslimin...setelah robohnya kekuasaan khalifah tahun 1924M, dan  hilangnya hukum-hukum islam secara menyeluruh...Penguasa-penguasa muslim tidak membawa islam kecuali hanya namanya, walaupun mereka sholat, puasa, dan mengaku dirinya seorang muslim. Tujuan kelompok jihad adalah menegakkan kembali  daulah islamiyah, dengan tujuan untuk mengembalikan islam yang benar pada umat islam, dan jalan untuk menuju kesana adalah dengan berperang... sesuatu yang tidak ada keraguan didalamnya  adalah: Berhala-berhala sesembahan di muka bumi ini selamanya tidak mungkin dapat hilang kecuali dengan memeranginya.. dan satu ayat yang membahas tentang peperangan dimana dalam ayat itu Alloh memberi instruksi  dan wejangan pada  kaum muslimin, Alloh berfirman:
فإذا انسلخ الاشهر الحرم فاقتلوا المشركين حيث وجدتموهم وخذوهم واحصروهم واقعدوا لهم كل مرصد5   
Artinya: Apabila sudah habis bulan-bulan haram itu, maka perangilah orang-orang musyrik dimanapun kau jumpai dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian.(Q.S. At Taubah ayat 5),Telah merombak – menurut  pemahaman anak-anak muda tadi- setiap ayat yang membicarakaan pemberian maaf, pengampunan, dan menghindarkan diri dari berseteru. Mafhum aulawy dari ayat tadi –dalam jihad dan peperangan- adalah serupa dengan penguasa-penguasa kafir itu, tidak serupa dengan penjajahan, penjajahan merupakan musuh yang terbilang jauh, sedang penguasa-penguasa kafir itu musuh yang dekat, maka wajib bagi kita untuk memusatkan perhatian kita pada masalah keislaman yaitu menegakan syariat islam di negara kita dan menjadikan kalimat Alloh sebagai kalimat yang luhur...mengawali kegiatan kita dengan masalah penjajahan terbilang mengerjakan pekerjaan sepele, medan jihad yang pertama adalah mencopot penguasa-penguasa kafir dan menggantinya dengan aturan islam yang sempurna, dari sinilah dimulai babak baru.[13]
Kelompok ini –sebuah kelompok yang suka kekerasan, ambisius dan suka memprotes-  memulai gerakannya dibawah jaket statemen yang ekstrim: kekuasaan... jahiliyah...pengkafiran..tanpa tedeng aling-aling berkoar:
ü  Hukum-hukum islam  secara keseluruhan telah tercabut dari muka bumi
ü  Masyarakat islam telah mengganti hukum-hukum islam dengan aturan-aturan kafir
ü  Pemimipin-pemimpin muslim pada zaman sekarang tidak membawa islam kecuali hanya namanya saja, walaupun mereka sholat, puasa dan mengaku bahwa dirinya termasuk muslim
ü  Perang adalah satu-satunya jalan untuk menghilangkan berhala-berhala sesembahan
Begitulah, silih  berganti statemen-statemen ekstrim mewarnai kehidupan kita dizaman modern ini, untuk selanjutnya menjadi sesuatu yang biasa dalam realitas kehidupan kita. Kisah ini diawali beberapa statemen:
ü  Terjadinya paradoks antara kekuasaan Tuhan dan kekuasaan manusia manapun
ü  Karena masyarakat modern beserta apa yang ada dalam masyarakat islam dan negaranya –dengan tingkatan yang berbeda-beda-  telah menerima kekuasaan manusia, maka komunitas muslim ini beserta negaranya benar-benar telah mundur kembali pada masa jahiliyah, malah lebih parah dan lebih menyimpang bila dibandingkan dengan era jahiliyah pertama, sebuah masa yang berahir dengan munculnya agama islam.
ü  Dari poin diatas maka komunitas muslim yang kita bicarakan tadi telah nyata-nyata kafir, walaupun mereka tetap bersikukuh mengatakan dirinya memeluk agama islam dan bagian dari kaum muslimin; karena gambaran-gambaran komunitas tadi –apalagi kebudayaan dan peradabannya- tidak mencerminkan keislaman.
ü  Perintah yang mewajibkan menghunus senjata –yang mereka (para kaum muda itu) menyangka telah menghapus seluruh ayat yang memerintahkan untuk berbuat kasih sayang, memberi pengampunan, menghindarkan diri dari peperangan, pemberian maaf dan bersabar- adalah dalam rangka untuk mengembalikan kaum muslim kepada agama islam yang sebenar-benarnya (islam yang baru).
ü  Begitulah, telah terbukti perpecahan umat islam menjadi 73 golongan, semuanya celaka kecuali mereka yang berpegang pada poin-poin yang telah tersebut diatas, merekalah satu golongan yang akan selamat!
Itulah perkataan-perkataan ekstrim dalam mengkafirkan segolongan umat, dan menghukumi masyarakatnya dengan cap jahiliyah, pernyataan-pernyataan tadi merupakan pernyataan yang ditarik kembali oleh orang yang mengatakannya –alhamdu lillah- ketika menulis dan menyebarkan pernyataan penarikan kembali atas pemikiran-pemikiran mereka pada akhir abad duapuluh.
Kita patut bersyukur karena pemikiran mayoritas umat islam dengan berbagai aliran pemikiran mereka masing-masing telah terbukti –selamanya- senantiasa berpegang teguh pada jalur tengah dan keseimbangan, menolak dan mengkritik pemikiran ekstrim dalam masalah jahiliyah dan pengkafiran. Mayoritas umat islam dan mayoritas ulamanya senantiasa setia pada manhaj islamy yang menolak  kecendrungan untuk mengkafirkan. Hal itu berdasarkan pada Al Quran, sunnah nabawiyah dan keseimbangan berfikir, hal yang menguasai cara pandang dan aliran-aliran pemikiran sepanjang sejarah islam.
Alloh berfirman:    
يآ أيها الذين آمنوا إذا ضربتم فى سبيل الله فتبينوا ولا تقولوا لمن ألقى إليكم السلام لست مؤمناتبتغون عرض الحيوة الدنيا فعند الله مغانم كثيرة كذالك كنتم من قبل فمن الله عليكم فتبينوا إن الله كان بكم بما تعملون خبيرا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) dijalan Alloh, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu: “kamu bukan seorang mu’min(lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda di dunia, karena disisi Alloh ada harta benda yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Alloh menganugerahkan ni’matNya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Alloh maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S.An Nisa:94)
Imam Al Qurthuby (671H./1273M.) berkata dalam menafsirkan ayat tadi: “Dalam instruksi Ilahy tadi, Alloh menunjukan ada satu bab besar dalam ilmu fiqh yang terkandung didalamnya, yaitu: Pengambilan hukum digantungkan atas masalah-masalah yang bersifat dzohir dan dzonny, tidak digantungkan pada masalah yang bersifat qoth’y dan bathin, makanya Alloh tidak menjadikan selain dari hukum dzohir bagi para hambanya.[14]
وعن أسامة بن زيد, قال: بعثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم فى سرية فصبحنا الحرقات(مكان) من جهينة, فأدركت رجلا فقال: لآاله الاالله, فطعنته. فوقع فى نفسى من ذالك, فذكرته للنبى صلى الله علية وسلم, فقال: أقال لآاله الاالله, وقتلته؟؟ قال: قلت يا رسول الله إنما قالها خوفا من السلاح. قال صلى الله عليه وسلم: أفلا شققت عن قلبه لتعلم أقالها أم لا؟ فما زال يكررها حتى تمنيت أنى أسلمت يومئذ.[15]
Diceritakan dari Usamah bin Zaid, ia berkata: Rosululloh mengutus kita dalam barisan perang, dan diwaktu pagi kita semua sudah berada didaerah Juhayna, pada saat itu saya menemukan seorang laki-laki, ia mengucapkan lafadz LAA ILAAHA ILLA ALLOH, dan tanpa pikir panjang saya tusuk laki-laki itu. Kejadian itu mengusik ketenangan hati, sehingga saya mengadukannya kepada Rosululloh. Beliau bersabda: Bukankah ia mengucapkan laa ilaaha illa Alloh dan kau tetap saja membunuhnya? Zaid berkata: saya menjawab: Wahai rosululloh, ia mengucapkan kalimah Laa  ilaaha illa Alloh hanya lantaran takut. Rosul bersabda: Tidakkah kau bedah hatinya supaya kau dapat melihat apakah ia bersungguh-sungguh mengatakannya atau tidak? Rosul berkali-kali mengulangi perkataannya sampai-sampai saya berharap saya dapat masuk islam (lagi) pada hari itu.
Dalam penjelasan hadits tersebut diatas, Imam Nawawy (631-676H./1233-1277M.) mengemukakan pendapatnya: “Kamu hanya dibebani untuk mengamalkan hal yang sudah nyata-nyata jelas (dzohir) dan apa yang dikatakan oleh lisan, adapun masalah hati kau tidak mempunyai jalan untuk bisa mengetahui apa yang ada didalamnya”
Hujjatul Islam Abu Hamid Al Ghozaly (450-505H./1058-1111M.) mengatakan:”Tidak tergesa-gesa dalam mengkafirkan orang lain kecuali segolongan orang-orang bodoh. Sudah seyogyanya kita  menjaga diri dari mengkafirkan orang lain selama masih ada jalan yang bisa ditempuh untuk menghindarinya, karena menghalalkan darah dan harta orang yang masih mau sholat menghadap kiblat, orang yang jelas-jelas mengucapkan Laa ilaaha illa Alloh Muhammad Rosululloh adalah sebuah kesalahan, dan kesalahan dalam meninggalkan seribu orang kafir (membiarkannya tetap hidup) dianggap lebih ringan daripada kesalahan dalam menumpahkan satu gelas darah orang islam.
Syaikh Muhammad  Abduh berkata: ”Sesungguhnya Alloh tidak menjadikan bagi seorang kholifah, seorang mufti, dan tidak pula bagi pemuka islam suatu kekuasaan terendahpun menyangkut masalah akidah dan ketetapan hukum atasnya, dan salah satu dari mereka juga tidak boleh mengaku punya hak kontrol atas keimanan seseorang atau ibadahnya atau merintangi jalan pemikirannya.”
Didalam agama islam, agama hanya diberi ruang untuk memberikan nasihat yang baik, mengajak kepada kebaikan dan menghindar dari hal-hal yang jelek, ini merupakan ruang kekuasaan yang diberikan kepada strata kaum muslim terendah, agar dapat menegur orang yang statusnya berada diatasnya, sebagaimana Alloh menganugerahkan pada orang yang memiliki status yang lebih tinggi memperoleh kekuasaan dari yang lebih rendah. Seorang  muslim tidak punya wewenang/hak (untuk mengatur, apalagi memaksakan kehendaknya)  –selagi kakinya masih berpijak kepada agama islam-  kepada orang lain – dalam keadaan terpuruk didalamnya- kecuali hak menasehati dan memberikan petunjuk.
Masyhur dikalangan kaum muslimin dan juga terkenal dari kaidah hukum agama bahwa jika keluar  satu ucapan yang kelihatannya mengarah kepada kekafiran ditinjau dari seratus segi dan mengarah pada keimanan dari satu segi maka ucapan itu harus diarahkan pada keimanan , tidak boleh diarahkan pada kekafiran.[16]
Begitulah kiranya islam memberitahukan –sepanjang keterangan Al Qur’an dan penjelasan hadits untuk menerangkan Al Qur’an dan sepanjang pemikiran islam- pentingnya menjaga iman dari perbuatan  mengkafirkan secara sembrono dan kesembronoan dalam mengkafirkan.
Jika ini merupakan contoh dari ekstrimisme beragama –sebagaimana tampak jelas dalam kecenderungan dalam mengkafirkan dan menghukumi masyarakatnya dengan cap “Jahiliyah” yang timbul secara otomatis dari pengkafiran tadi, maka ada corak lain dalam ekstrimisme pemikiran  yaitu ekstrimisme ala Atheis yang berjalan menuju sisi lain... dan bersebrangan...
Jikalau orang-orang jumud dan muqollid berhenti pada dzohir nash dan harfiyahnya, menolak corak manapun dari corak-corak ta’wil atau menjaga maqoshid nash, maka ekstrimisme mendasar ala Atheis mengarah pada ta’wil sembrono (absurd) dan tidak kredibel pada semua nash, dengan dalih tidak ditemukan satu nashpun yang tidak mungkin untuk dita’wil.[17]
Jika semua agama.. filsafat ketuhanan.. semuanya telah bersepakat  –sepanjang sejarah manusia- bahwa Tuhanlah pencipta manusia, maka ekstrimisme ala Atheis berpendapat bahwa manusialah yang menciptakan Tuhan. Hal itu –berdasarkan persangkaan mereka- bahwa manusia yang tersia-sia/gagal, lemah, bodoh, dan diperbudak orang lain  telah menciptakan suatu dzat  yang dalam diri dzat tersebut akan disematkan sifat-sifat yang dulunya terhalang untuk disematkan, untuk kemudian menjadikannya sebagai Tuhan dan sekaligus menyembahnya.  Jikalau manusia itu tidak terbebas dari sifat lemah, kebodohan, perbudakan, dan kegagalan, maka tidak ada gunanya melanggengkan Tuhan yang berbalik menjadi makhluk itu! Malah mereka mengajak untuk menghapus kata ALLOH (TUHAN) dari bahasa dan menggantinya dengan kalimah manusia sempurna. Mengenai hal itu, mereka mengatakan: “Sesungguhnya Alloh tidak mempunyai wujud dzatiyah yang dapat membedakan (antara dirinya dengan makhluknya), dan sifatnya juga bukan sifat-sifat  yang melekat pada dzat yang harus ada (wajibatul wujud) –wujud yang membedakan dengan watak, kenyataan dan manusia. Tuhan hanyalah –menurut pandangan persangkaan mereka- bentuk kreasi manusia yang gagal ketika tidak mampu untuk menggambarkan (menyatakan) dzatNya yang meiliki sifat hidup, mengetahui, berkuasa, berkehendak, maha mendengar, maha melihat, berfirman, berbuat sesuai kehendakmu, maka manusia tadi menciptakan dzat yang pantas menerima sifat-sifat yang tidak mampu ia nyatakan, disebabkan kegagalan yang ia alami. Ketika ia bisa bangkit dan mampu mengejawantahkan sifat-sifat tadi pada dzatNya, maka lembaran ini terlipat kepada lembaran-lembaran ilmu ilahy, dan jadilah tembung “manusia sempurna”. Kalimat manusia sempurna ibarat sebaga ganti dan malah lebih cermat dalam menerangkan kalimat Alloh/Tuhan, yang  ternafikan kebenaran wujudnya hingga dalam bahasa.
Ya, pengikut aliran ekstrim ala Atheis menukil maqolah “Pencerahan mendasar orang barat” (attanwir al wad’iy alghorb) dan meleburkannya kepada pemikiran islam, terus mereka berkata: “Sesungguhnya Tuhan adalah lafadz yang digunakan untuk menyuarakan jeritan kepedihan dan teriakan kebahagiaan, yakni sebuah ungkapan sastra yang lebih banyak menggambarkan realita dan ungkapan tulisan yang lebih menggambarkan berita, tidak mengungkapkan tentang makna yang paten.[18]
Alloh, menurut aliran pemikiran mereka merupakan wujud yang tunggal, gambaran abstrak, atau  sumber yang  tersembunyi, semua tashowur ini dalam kenyataannya merupakan elemen manusia yang menjelaskan batas maksimum keistimewaan manusia. Maka, manusia menciptakan bagian dari dzatnya sendiri dan menganggapnya sebagai Tuhan, yakni manusia mencipatakan sesembahan sesuai dengan gambarannya, dia menta’wili mimpinya dan keinginannya, lalu menggambarkannya sebagai sesuatu yang punya wujud  dan menyembahnya, dzat Tuhan merupakan dzat manusia dalam gambarannya yang paling sempurna, dalil manapun yang mengungkapkan ketetapan wujud Alloh hanya akan mengungkapkan kesadaran palsu.[19]
Kemudian beranjak kepada pena’wilan absurd –tidak sesuai dengan aturan bahasa dan keyakinan yang mengakar- mereka menghilangkan akidah “Wahyu Ilahy” terhadap para nabi dan utusan... mengenai hal itu, mereka mengatakan: “Akal sama sekali tidak membutuhkan pertolongan, dan juga tidak ada hal yang dapat menyimpang darinya...[20] wahyu tidak memberikan kepada  kemanusiaan sesuatu yang tidak mampu untuk ia atasi sendiri dari dalam dirinya.[21] Dan gambaran yang diberikan para pendahulu bahwa hal itu (kemampuan mengatasi masalah) berasal dari wahyu Alloh, saya garis bawahi bahwa hal itu merupakan hasil budaya manusia.[22]
Selanjutnya mereka mengklaim tergulungnya lembaran agama dari  wujud (aktifitas) manusia, mereka berkata: “Kemajuan manusia digadaikan pada evolusi manusia dari agama ke filsafat, dari iman ke akal, dan dari Alloh sentris menuju manusia sentris sehingga sampai pada fase sempurna, dan tumbuhlah masyarakat berakal yang cemerlang.”[23]
Terus berlanjut pada provokasi rasa keimanan pada umat, menganulir sakralisasi hal-hal yang diyakini kesuciannya, salah satu dari mereka berkata: “Sungguh Al Qur’an membicarakan  segala  sesuatu, tanpa membicarakan sesuatupun(yang bermanfaat)[24]
Yang lainnya mengatakan: ”Sesungguhnya sakralisasi terhadap kitab-kitab yang disucikan telah terlepas dan terobek dengan lantaran adanya syair-syair, tanda-tanda iklim (keadaan hawa), kesembronoan pemikiran dalam beristidlal... kondisi politik, sosial, budaya.... dan selamanya kita tidak mampu menjauhi problem-problem theologi jikalau pandangan kita terhadap Al Qur’an terus menerus menganggapnya  sebagai nash agama yang tinggi, berisikan kebenaran  yang senantiasa dijadikan sebagai media untuk menghadirkan Alloh dalam hati, seharusnya kita memandang Al Qur’an bukan sebagai suatu perkataan yang datang dari atas, melainkan pada dasarnya Al Qur’an merupakan kreasi baru, sama seperti kejadian fisika dan biologi.[25]
Yang ketiga berkata: “Satu keharusan bagi kita untuk  menghilangkan lingkaran cahaya kesucian dari wahyu Alloh dengan cara menelanjangi kesakralan cerita legenda, anggapan luhur, dan sakralisasi yang biasanya terdapat dalam pesan Al Qur’an.[26] Hal itu untuk merealisasikan fungsi akal sebagai  sumber referensi dan kekuasaannya, dan menempatkan kepemimpinan manusia dan kontrolnya atas alam  pada tempat imprealisme dzat Tuhan dan hegemoninya atas makhluk.[27]
Begitulah, kita dapat menemukan diri kita diantara dua warna dari ekstrimisme:
Ø  Gerakan ekstrimisme orang-orang yang memandang dalam kekuasan Tuhan terdapat pembatalan kekuasaan manusia dan umat. Mereka menghakimi orang-orang yang mempraktekan kekuasan ini dengan sebutan jahiliyah, kufur dan keluar dari agama islam
Ø  Ekstrimisme orang-orang yang menafsiri kekuasaan manusia sebagai bentuk penolakan terhadap kekuasaan Alloh, mereka mengajak kepada penghapusan agama dan beragama dari kehidupan manusia, dimulai dari menghapus Alloh, wahyu, masalah kenabian dan risalah dan dipungkasi dengan masalah akidah, kesakralan, syariat, nilaai-nilai, dan akhlak.
Dan masih tersisa –kita masih berhadapan dengan bermacam-macam ekstrimisme dan radikalisme- kewajiban kita untuk  menjaga keseimbangan yang menyeluruh  diantara kekuasaan ajaran-ajaran samawy dan kekuasaan umat yang diartikan sebagai ganti dari kekuasaan Alloh.
Sungguh Alloh telah menurunkan Al Qur’an dan khikmah.. yakni kebenaran yang di wartakan oleh wahyu .. dan kebenaran yang merupakan hasil penciptaan akal manusia.
Sungguh Alloh telah mengilustrasikan syariat Tuhan sebagai poros bagi kekuasaan manusia baik pribadi atau golongan –dan Alloh memberikan kekuasaan untuk membangun alam ini dalam memutar halal dan haram... dan begitulah seterusnya. Mengkompromikan akal dan agama dalam Al Qur’an, mu’jizat pamungkas dan abadi bagi pungkasan para nabi dan rosul- baginya dan bagi seluruh nabi dan rosul teruntuk sholawat dan salam.

@@@
Tulisan ini terjemahan dari ulasan Dr. Muhammad Imaroh dalam bukunya Izalah Syubhat 'An ma'ani Al Mushtholahat (menghilangkan kesamaran atas arti dari istilah) cet. Dar Salam 



[1] Ibnu Mandzur: Lisanu Al ‘Arab, cet. Dar Al ma’arif, Kairo. Al Mu’jam Al Wasith, Majma’ lughot Al ‘Arabiyyah, cet. Kairo, thn. 1392H./1972M. Dan Mu’jam Alfadz Al Qur’an Al Karim, Majma’ Lughot Al ‘Arabiyyah, cet. Kairo, thn. 1970.
[2] H.R. Bukhori, Muslim, Ibnu Hibban dalam kitab sohihnya
[3] H.R. Buhori, Muslim, Tirmidzi, abu Dawud dan Imam Ahmad
[4] Al Maududy: Al Hukumah Al Islamiyyah hal. 55 dan 113. Dan Mujaz Tarih Tajdid Al Din Wa Ihyaihi hal. 16, terjemah Muhammad Kadzim sabbaq, cet. Beirut, thn. 1975.
[5] Mujaz Tarih Tajdid Al Din Wa Ihyaihi hal. 34-37.
[6] Ibid, hal. 63,64.
[7] Ibid, hal. 39
[8] Al Hukumah Al Islamiyyah, Hal. 171.
[9] Sayyid Quthb: Ma’alim Fi Al Thoriq, Hal. 101,103, cet. Beirut, thn. 1400H./1980M.
[10] Ibid, hal. 8, 173.
[11] Sayyid Quthb: Ma’alim Fi Al Thoriq, hal. 40
[12] Ibid, hal. 10, 21.
[13] Muhammad Addussalam Faraj: Al Faridhoh Al Ghoibah, hal. 3, 7-9, 27, 28, 25, 33. Buku ini diterbitkan secara rahasia. Kita merujuk teks aslinya pada catatan-catatan putusan pembunuhan berencana terhadap Presiden Muhammad Anwar Saadat –Oktober 1981- lht. Buku saya Al Faridhoh Al Ghoibah: ‘Ardhu wa Hiwar wa Taqyim, cet. keII, Beirut, thn. 1983. 
[14] Al Jami’ Liahkamil qur’an(5/339,340) cet. Dar Kutub Al Mashriyah
[15] HR. Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, Imam Ahmad
[16] Al A’mal Al Kamilah karangan Imam Muhammad Abduh (3/283-289), editing: Dr. Muhammad Imaroh, cet. Beirut thn. 1972.
[17] Dr. Hasan Hanafi: Min Al ‘Aqidah Ilaa Tsauroh(1/397,398) cet. Beirut, Kairo, thn. 1988.
[18] Dr. Hasan Hanafi: Al Turats Wa AT Tajdid, hal. 128, cet. Kairo, thn. 1980.
[19] Dr. Hasan Hanafi: Min Al ‘Aqidah Ilaa Tsaurah(1/88,89)(2/46,639).
[20] Ibid.(4/135, 848)
[21] Dr. Hasan Hanafi: Tarbiyat Al Jinsi Al Basyari, Muqodimah(101), cet. Kairo, thn. 1977.
[22] Dr. Hasan Hanafi: Majalah Qodhoya Mu’ashiroh Islamiyah, edisi 19, Beirut, thn. 1423H/2002M.
[23] Dr. Hasan Hanafi: Dirosat Islamiyah, hal. 127, cet. Beirut, thn. 1982.
[24] Dr. Thoyib Quzainy: An Nash Al Qur’any, hal. 23.

[25] Dr. Muhammad Arkoun: Al Qur’an Min At Tafsir Al Mauruts Ilaa Tahlil Al Khithob Ad Diny, hal. 25,26, cet. Beirut, thn. 2001. Dan Al Islam Wa At Tarih wa Al Hadatsah, hal. 25. Majalah Al Wahdah –Maroko- edisi thn. 1989. Dan Tarihiyyah al Fikri Al ‘Arabi Al Islamy, hal. 284. 
[26] Dr. Ali Harb: Naqdu An Nash, hal. 203, cet. Beirut, thn. 1993.
[27] Dr. Ali Harb: Koran Al Hayat –London- edisi 18 Nopember1996.