Jumat, 22 Oktober 2010

Dibalik Kemolekan Gadis Mesir

 
Gambar: Google

Matahari sudah mulai bergegas menuju peraduannya. Sementara sholat ashar belum ku laksanakan. Ku ayunkan kaki secepat mungkin menuju masjid di daerah Gami’ Hay ‘Asyir untuk melaksanakan sholat disana.

Jam elektronik penunjuk waktu sholat yang terpampang di sebelah kiri pengimaman menunjukan pukul 16.45 ketika aku menginjakan kaki di masjid. Aku lupa bahwa aku belum punya wudhu. Akhirnya aku keluar lagi menuju tempat wudhu yang berada di sebelah jalan. Tempat wudhu di masjid ini memang terpisah oleh jalan. Setelah wudhu dan meletakan sandal di tempatnya aku bersegera melaksanakan sholat. Sholatnya pun memakai madzhab kilat khusus. Dan hanya kurang lebih lima menit aku sudah rampung.

Aku duduk sebentar melemaskan otot kaki yang dari pagi belum di kasih jatah istirahat. Pikirku, aku nanti akan pulang sehabis maghrib saja biar tidak kehabisan waktu maghrib di jalan. Maklum, perjalanan dari Hay ‘Asyir di daerah Nasr City menuju rumahku di Helwan biasanya memakan waktu kurang lebih dua jam. Jadi, dari pada tidak bisa sholat maghrib di jalan lebih baik menunggu di sini saja.

Sedang asyik-asyiknya melamun sambil memijiti kaki, tiba-tiba aku di kejutkan oleh suara laki-laki dari arah belakang.

“Assalamu ‘Alaikum….

“Wa ‘Alaikum Salam..”

“Ezayyak?”

“Al hamdu lillah tamam”

“Enta Andonisy…”

“Aiwah…”

“Al hamdu lillah…. Nama saya Ahmad, saya juga dari Indonesia anak muda, tepatnya dari Pekalongan. Saya sudah tinggal di sini lebih dari tiga puluh tahun.”

Tanpa terlebih dahulu menanyakan namaku orang tua itu begitu antusias bercerita tentang dirinya. Wajah tuanya seakan tidak kuat lagi menahan derita yang selama sepuluh tahun terahir ini ia lakoni. Ia tak henti-hentinya mengingatkan aku agar tidak terjebak dengan kemolekan wajah gadis Mesir. Cukup ia saja yang mengalaminya.

“Anak muda, aku dulu beranggapan bahwa cantik merupakan segala-galanya. Pokoknya aku harus kawin dengan seorang yang cantik rupawan. Pucuk dicinta ulampun tiba. Saya ditugaskan oleh kantor untuk menangani salah satu usaha yang berada di Mesir. Dalam hati saya mengucap syukur berkali-kali. Niatan untuk memiliki istri cantik jelita sebentar lagi jadi kenyataan. Dari cerita yang sering saya dengar gadis-gadis Mesir terkenal cantik dan rupawan. Dan memang dalam kenyataannya tidak keliru. Kalau diibaratkan ada sepuluh gadis Mesir, maka yang cantik ada dua puluh, karena bayangannya juga ikut cantik.”

“Keinginan membabi buta untuk segera memiliki istri seorang yang cantik rupawan inilah yang akhirnya membuatku jadi begini. Terlunta-lunta di hari tua. Tiada sanak dan saudara yang mau menemani hari tuaku. Tidak pula mereka anak dan istriku. Sungguh aku sangat menyesal dan tidak dapat memaafkan diriku sendiri bila mengingat-ingat kejadian yang sedang menimpaku ini. Mungkin inilah balasan Alloh atas kecorobohanku di masa silam dan sebagai penebus atas kehilafan kepada kedua orang tuaku.”

Begini ceritanya anak muda:Setelah hampir dua tahun aku bekerja di sini, kebetulan ada pendaftaran local staf. Dan singkat cerita diterimalah salah seorang gadis Mesir sebagai local staf untuk mengisi kekosongan salah satu local staf dikarenakan local staf yang lama mengundurkan diri dengan alasan ingin lebih banyak waktu bersama keluarganya. disamping dia memiliki kecakapan dalam bidang pekerjaan, Dia berbody aduhai dan cantik rupawan sehingga menjadi bahan incaran para teman sekantor. Aku pun berusaha mendekatinya. Dan ahirnya pilihan jatuh padaku. Aku diminta bertamu ke rumahnya untuk mengenalkan diri kepada anggota keluarganya. Di saat itulah kedua orang tuanya meminta padaku agar secepat mungkin melamar anak gadisnya. Karena merupakan aib besar bagi keluarga jika ketahuan salah satu dari anggotanya memiliki hubungan tanpa status, baik pernikahan atau khitbah. Aku yang sudah di butakan oleh nafsu tidak dapat berpikir dengan jernih. Tanpa pertimbangan dan persetujuan dari siapapun aku menyetujuinya di tempat.”

Aku pulang ke Pekalongan dengan tujuan untuk meminta restu dari kedua orang tuaku. Apa yang terjadi dengan mereka? Ternyata mereka sudah memilihkan aku seorang gadis dari keluarga baik-baik, terpelajar, dan tak kalah pentingnya dia juga termasuk dalam kategori cantik untuk ukuran gadis jawa. Mereka menasehati aku berkali-kali agar memikirkan kembali pilihanku. Seringkali beliau berdua bertanya padaku: apakah gadis Mesir open? Nrima ing pandum? Iso manggul duwur mendem jero? Dan sifat-sifat yang kaprah terdapat pada wanita jawa pada umumnya? Apakah tidak sebaiknya kau urungkan saja niatmu untuk menikahu gadis Mesir itu? Bukankah kecantikan itu bersifat sementara….. sementara dalam hidup berumah tangga kecantikan itu akan menempati posisi yang entah ke berapa, jauh di belakang etika, sopan-santun dan tata krama. Aku bersikukuh harus menikahi gadis pilihanku. Dan akhirnya orang tuaku mengalah.

Episode selanjutnya dalam kehidupanku layak di sebut enak seklentheng rekasane ketiga rendheng. Mahligai rumah tangga yang saya gadang-gadang akan terasa manis nyatanya hanya sebuah impian. Saya menghisap madu pernikahan hanya kurang lebih tiga bulan. Setelah itu masalah demi masalah muncul hingga menjadikan aku tidak betah di rumah. Untung saja, setelah genap satu tahun kami berumah tangga kami di anugerahi buah hati yang dapat menjeratku agar tidak menghabiskan waktu 24 jam di luar. Akan tetapi, disamping satu anugrah, kehadirannya juga salah satu penyebab duka lara yang selama ini harus ku tanggung. Mengapa? Setelah anak yang pertama lahir, istriku makin menjadi-jadi dalam menuntut kehidupan berlebih. Pertama dengan meminta rumah yang wah.. kemudian meminta ganti mobil, kalau makan mintanya pakai daging, tidak tanggung-tanggung, satu kali makan menghabiskan satu potong ayam, urusan dapur dan mencuci juga ogah-ogahan. Kerjanya Cuma ngrumpi dan tidak jarang menceritakan ketidak becusan saya dalam memenuhi nafkah keluarga. Padahal saya sudah berusaha mati-matian untuk memenuhi apa yang diinginkannya.
Keadaan ini tidak kunjung reda hingga kami punya empat anak. Setiap akan berangkat ke kantor saya harus membersihkan rumah dan tidak jarang pula menyiapkan sarapan. Hingga saya sering terlambat datang ke kantor. Dan puncak dari penderitaan ini adalah ketika saya sudah tidak bekerja lagi di kantor. Istriku sering berkata di depan anak-anak bahwa aku laki-laki yang tidak berguna, hingga anak-anakku pun berani kurang ajar kepadaku. Bayangkan… mereka seenaknya saja memanggilku dengan sebutan Ahmad, tanpa ada sedikitpun rasa hormat dan sungkan. Mereka seolah-olah menganggapku sebagai sampah yang sama sekai tidak berguna. Hingga pada satu saat terjadi cek-cok antara aku dan istriku dan dia mengusir aku begitu saja dari rumah. Sebenarnya saya ingin pulang ke Jawa, akan tetapi di jawa saya sudah tidak punya apa-apa lagi, semuanya sudah ludes untuk biaya kehidupan mereka selama ini.

Ceritapun berhenti ketika adzan maghrib berkumandang. Aku dipeluk olehnya dengan erat Seakan beliau menemukan kembali keluarganya yang sudah sangat lama hilang. Beliau mengajakku untuk mampir ke rumah dan apabila ada waktu luang supaya sering-sering dolan kesana. Akan tetapi sayang, untuk kali ini aku tidak bisa memenuhi permintaan beliau Karena aku harus pulang ke rumah malam ini juga.
—-
Ezayyak = Apa kabar
Al hamdu lillah tamam = Alhamdulillah baik
Enta Andonisy = kamu orang Indonesia
Aiwah = ya
Open = Perhatian
Nrima ing pandum = menerima atas pemberian Tuhan
Manggul duwur mendem jero = Menjaga kehormatan keluarga dan menutupi aibnya
Enak se klentheng rekasane ketiga rendheng = Peribahasa Jawa untuk mengungkap kan kebahagiaan yang di capai/rasakan tidak sebanding dengan usaha yang dilakukan

1 komentar:

  1. Cerita ini ; Insya Allah jadi inspirasi bagaimana seharusnya kita bersikap sebelum memutuskan sesutau pekerjaan. Do'a kedua Orang Tua kita sangat berperan untuk memulai kehidupan masa yang akan datang kelak. Allah Rhido bila Orang Tua meRidhoinya. Semoga Allah memperkenkannya....Amiin.

    BalasHapus