Jalan-Jalan
(Darb El-Hunûd – Al-Azhar)
Rumahku berada di daerah yang
bernama Darb el-Hunûd, salah satu daerah
di distrik Al-Darb al-Ahmar. Dar el-Hunud merupakan kawasan yang berada di
pesisir taman al-Azhar. Sebuah pemukiman padat dengan pabrik sepatu dan
berbagai kerajinan tangan di setiap imarah dan bloknya. Daerah ini dekat dengan
makam salah satu cucu nabi, Fathimah al-Nabawiyah. Beliau adalah putri dari
sayidina Husen yang menikah dengan Hasan, putra dari sayidina Hasan. Dari rahim
beliau lahir seorang putra yang bernama Hasan pula, yaitu Hasan bin Hasan bin
Hasan bin Ali bin Abu Thalib.
Hanya perlu tiga menit
berjalan kaki ke arah barat dari Darb el-Hunûd menuju jalan besar Al-Darb
Al-Ahmar. Dan perlu lima menit agar dapat sampai ke Bab Zuwailah. Perjalanan
pendek ini akan membawa kita bertemu dengan makam Abdullah bin Hasan bin Ali
bin Abu Thalib, bangunan-bangunan bersejarah yang tidak terurus dengan baik dan
hiruk-pikuk kegiatan ekonomi penduduk.
Di Bab Zuwailah kita
dipersilakan untuk berlama-lama. Disitu kita akan disuguhi masjid-masjid
bersejarah. Ada masjid Shalah Thalai’, masjid Fakahani, masjid ‘Ali Basha, dan
bangunan-bangunan lain. Dari Bab Zuwaila kita diperkenankan untuk meneruskan
perjalanan ke Ghuriyah, ke Sayidah Aisyah atau juga ke Sayidah Zainab. Jarak
tempuh untuk ke Sayidah Zainab dan Sayidah Aisyah hanya lima belas menit dengan
jalan kaki. Kalau ingin belanja murah, pilih saja ke Ghuriyah. Waktu yang
dibutuhkan juga tidak lama. kurang dari dua menit kalau hanya ingin melihat-lihat
dan perlu berjam-jam jika berminat membeli yang diinginkan.
Kembali ke Darb el-Hunûd. Dari
Darb el-Hunûd menuju pusat kampus diperlukan waktu delapan menit. Sedangkan
apabila ingin ke masjid al-Azhar perlu tambahan waktu dua menit lagi, alias
harus punya waktu sepuluh.
Rute yang biasa
dipakai untuk sampai ke kuliah adalah dengan cara menyisir jalan yang berada
dibalik tembok pembatas taman al-Azhar. Kita telususri saja jalannya hingga
mentok ke persimpangan. Arah kanan akan mengantarkan ke rumah sakit Husen. Arah
kiri akan mengantarkan ke arah masjid al-Azhar. Dan arah kiri kemudian setelah
lima meter (masjid kecil bernama
al-Khudhari) berbelok ke arah kanan akan mengantarkan kita ke arah pintu kuliah
arah belakang. Jalan yang kita lalui ini akan melewati gang al-Dawidar, tempat
madlyafah syeikh Ali Jum’ah berada. Di gang itu pula dimakamkan seorang ulama
yang bernama al-Dawidar. Dari ujung gang al-Dawidar ini kita langsung
dipertemukan dengan gerbang belakang al-Azhar.
Kembali ke pertigaan semula.
Agar dapat sampai ke masjid al-Azhar dari pertigaan tadi kita punya dua jalur
yang sama-sama mengantarkan ke perempatan kecil. Dua dari arah yang kita lalui
tadi, satu ke arah Al-Darb al-Ahmar dan satunya lagi ke arah masjid al-Azhar.
Jalan yang menuju al-Darb al-Ahmar tadi akan tembus ke makan Abdullah bin Hasan
dengan terlebih dahulu melewati makam sahabat Abdullah bin Abu Bakar.
Dari perempatan tadi, kita
menyusuri jalanan yang hanya bisa dilalui oleh satu kendaraan roda empat.
Sekitar seratus meter kita akan sampai pada sebuah perempatan . Jalan ke kiri
kira-kira dua ratus meter adalah masjid Abil Barakat Imam al-Dardir. Tempat
dimana jasad beliau dimakamkan. Masjid ini juga sekarang digunakan untuk
mengajar. Diantaranya adalah pengajian Shahih Bukhari oleh syeikh Yusri Rusydi.
Dari masjid ini lurus mengikuti jalan kita akan sampai ke pasar al-Ghuriya. Ke
arah kanan seratus meter adalah madlyafah syeikh Ali Jum’ah. Sedang lurus ke
depan adalah jalan al-Bithar, jalan yang akan mengantarkan ke gerbang selatan
masjid al-Azhar.
Dari perempatan menuju pintu
gerbang masjid al-Azhar arah selatan berjarak kira-kira lima puluh meter.
Sepanjang jalur ini kita akan menjumpai beberapa warung yang bisa kita singgahi
untuk mengganjal perut, maktabah-maktabah dengan aksen sengau, dan makam Syeikh
‘Ilisy. Seorang ulama yang kitabnya seringkali dikaji di nusantara. Tepatnya
adalah di depan Maktabah Islamiyah.
Maktabah yang berderet
sepanjang jalan kebanyakan mengusung dua misi sekaligus. Yaitu, berbisnis dan
menyebarkan ajaran Salafi-Wahabi. Makanya, jangan kaget bila produk-produk yang
ditawarkan berharga terjangkau dan agak miring.
Bila kita memilih berbelok ke
arah kanan dan sebelum pabrik pembuatan iesy belok ke kanan melewati lorong imarah kita akan sampai ke Darb el-Atrak. Di gang ini kita akan
mendapati berbagai maktabah dengan ciri khas masing-masing. Kitab-kitab sufi
dan sunni dapat kita beli di maktabah
al-qahirah, maktabah dar al-Bashair, dan maktabah Al-Azhar li al-Turats.
Kitab-kitab Salafi-Wahabi dapat kita peroleh dengan murah dan mudah di maktabah dar al-‘Aqidah. Kitab-kitab
dengan banyak kesalahan penulisan dapat diakses di maktabah dar al-Bayan (DKI), maktabah Shafa, dan maktabah al-Taufiqiyah. Sedang untuk
maktabah dengan orientasi bisnis dapat kita jumpai pada maktabah dar al-Wafa.
Pintu masjid sebelah selatan
tidak selalu dibuka. Pintu ini hanya dibuka dari jam setengah dua belas siang
sampai shalat isya selesai. Kadang juga, pintu ini tidak dibuka sama sekali.
Bila pintu ini tidak dibuka, maka bagi pengunjung harus menyusuri jalan ke arah
pintu gerbang sebelah barat yang berada persis disamping masjid. Disamping kiri
jalan ada maktabah yang menjual kitab-kitab sastra. Tepat didepannya adalah ruwaq Syam yang sekarang dijadikan
kantor polisi.
Setelah berjalan seratus meter
kita akan mentok pada ‘atharah yang
dulu digunakan untuk shoting film KCB. Dari situ kita belok ke kanan dua puluh
meter. Disitulah pintu gerbang barat masjid berada.
Bila kita lurus lima belas
meter ke arah depan dari ‘atharah tadi,
kita akan menjumpai pasar rakyat. Di samping kiri pasar tersebut ada maktabah legendaris, yaitu maktabah Mushtafa el-Baby el-Halaby.
Satu maktabah kuno yang sampai sekarang masih diakui sebagai maktabah yang paling
amanah dalam mencetak kitab-kitabnya. Maktabah
ini juga tempat ulama nusantara jaman dulu mencetak kitab mereka. Sampai saat
ini, karangan dari ulama nusantara semisal syeikh Nawawi al-Bantani dan syeikh
Mahfudz al-Tarmasi masih dapat kita jumpai disana. Melihat kepada amanah ilmiah
yang ada dalam maktabah tersebut,
ulama-ulama al-Azhar selalu menempatkan kitab-kitab cetakannya menjadi rujukan
utama.