C.I.) Standardisasi
Fakir dan Miskin.
Kata fakir
dalam bahasa arab berakar kepada bentuk mashdar fa-q-run (فقر) dengan tiga huruf sebagai pembentuknya,
fa, qaf dan ra. Dari ketiga huruf tersebut terciptalah kata fiqâr yang berarti tulang belakang.
Hubungan dari kata fakir dan fiqâr
adalah hubungan talazum dimana
seeorang fakir tidak akan mampu untuk menegakkan tulang belakangnya karena
lapar yang melilit. Hal itu diperkuat dengan pengertian fakir dalam bahasa yang
berarti orang yang tidak mempunyai makanan untuk mengganjal perut.[1]
Ada banyak
ragam pengertian fakir dan miskin menurut istilah. Menurut imam al-Syafi’I (w.
204 H.), fakir adalah golongan orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik dari harta yang ia miliki atau dari pekerjaan yang ia punya.
Lebih lanjut, ashâbu syafi’I
menjelaskan pengertian tadi dengan penjabaran fakir adalah orang yang tidak
mempunyai harta yang dapat mencukupi kebutuhan primer hidupnya sampai ia mati
dan juga tidak mempunyai pekerjaan halal yang layak untuknya atau dia mempunyai
harta dan pekerjaan akan tetapi masih dalam batas kurang dari 50% dari
kecukupan hidupnya.[2]
Pengertian fakir
menurut Hanafiah adalah orang yang
memiliki harta[3] akan
tetapi kurang dari batas nisab, atau orang-orang yang mempunyai properti yang biasa digunakan dalam kehidupan
sehari-hari dan apabila dikalkulasi akan melebihi batasan nisab.
Miskin menurut
madzhab yang pertama adalah golongan yang mempunyai harta atau pekerjaan halal
yang layak bagi dirinya akan tetapi keduanya tidak dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sampai 100%. Pengertian ini dapat disederhanakan
menjadi: miskin adalah orang yang mempunyai harta dan pekerjaan yang dapat
digunakan untuk memnuhi kebutuhan hidupnya
sampai digit 50% ke atas akan tetapi belum mencapai lefel 100%.
Berbeda
dengan pengertian miskin menurut madzhab pertama yang menempatkan status miskin
lebih baik dari fakir, pengertian miskin menurut madzhab yang kedua adalah
orang yang tidak mempunyai harta apapun. Miskin menurut pendapat madzhab yang kedua
diletakkan dibawah status fakir. Perbedaan interpretasi mengenai fakir dan
miskin ini mencapai sembilan pendapat dan dapat diakses secara lengkap dalam
tafsir al-Qurthubi.[4]
Dari
pengertian fakir dan miskin menurut kedua madzhab diatas, kita dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut:
Golongan yang
dapat menerima zakat dengan kategori fakir dan miskin menurut madzhab yang
pertama adalah:
1.
Orang yang sama sekali tidak mempunyai harta dan pekerjaan.
2.
Orang yang mempunyai harta atau pekerjaan akan tetapi tidak dapat mencukupi
kebutuhan hidupnya dan keluarganya sampai kadar 50%.
3.
orang yang mempunyai harta atau pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya sampai pada
batas 50% ke atas akan tetapi belum mencapai 100%.[5]
Kesimpulan
dari pengertian fakir dan miskin menurut madzhab Hanafi membuahkan hasil
sebagai berikut:
1. orang yang sama sekali tidak mempunyai harta dan pekerjaan.
2. orang yang mempunyai harta berupa properti yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
3. orang-orang yang mempunyai harta berupa alat tukar (uang) akan tetapi
masih dibawah standar nisab.
4. orang-orang yang mempunyai harta dari jenis selain alat tukar dan tidak
sampai melewati nisab. Syarat dari harta tadi apabila dikalkulasi kurang dari
dua ratus dirham.
Sepintas,
dua pengertian yang diutarakan oleh dua madzhab yang berlainan kutub itu seakan
membawa kita pada pengertian fakir dan miskin di era klasik. Pendapat itu tidak dapat dibenarkan kalau
kita mau mendalami dengan detail setiap kata yang ada dalam pengertian diatas.
Tolok ukur fakir dan miskin yang dikemukakan oleh dua pengertian diatas mampu
untuk menyegarkan pengertian fakir dan miskin disetiap zaman. Madzhab pertama
dengan tolok ukur kecukupan dan madzhab yang kedua dengan tolok ukur nisab
dapat dijadikan standar yang paten dalam menentukan mampu dan tidaknya
seseorang menurut kacamata syarak.
Sesuai dengan
tolok ukur kecukupan dalam masalah fakir, seseorang yang belum mampu mencukupi
kebutuhannnya masuk dalam lingkaran penerima zakat, walaupun kekayaan hartanya
sudah mencapai nishab. Pun sebaliknya, jika dia sudah cukup dengan hartanya
walaupun belum mencapai nisab, dia tidak berhak mengambil zakat.[6]
Kebutuhan
pada era klasik hanya mencakup kebutuhan pangan, papan, dan sandang. Melihat
standar kelayakan hidup yang berkembang dari masa ke masa maka, di era modern
ini kecukupan tidak dapat dipandang dari kecukupan sandang, pangan dan papan
saja. Kebutuhan akan pendidikan dan kesehatan misalanya. Dalam era modern ini jaminan
kesehatan dan pendidikan layak untuk dikelompokan dalam kebutuhan primer. Maka,
orang dengan pendidikan rendah dan gizi buruk sangat layak untuk menjadi
penerima zakat. Orang-orang tersebut masuk dalam kategori fakir dan miskin.
[1]
Abu Abdillah Muhamad al-Qurthubi, al-Jami’
li Ahkam al-Quran, cet. 2010, vol. IV, Dar al-Hadits, Kairo, hal. 501. Majma’
al-Lughat al-‘Arabiyah, Al-Mu’jam
al-Wajiz, cet. 2008, hal. 478.
[2] Muhyidin al-Nawawi, al-Majmu’,
cet. 2010, vol. VII, Dar al-Hadits,
Kairo, hal. 305. Yusuf al-Qardhawi, Fiqh
al-Zakat, cet. XXV, vol II, Maktabah Wahbah, Kairo, hal. 559. Sulaiman al-Bujairami,
Hasyiyah
‘ala al-Iqna, tanpa tahun, vol. III, Maktabah Taufiqiyah, hal. 87-88.
[4] Ahli bahasa dan pakar fikih
berselisih pendapat berkenaaan dengan pengertian fakir dan miskin sampai
sembilan pendapat.
1. Fakir adalah orang
yang mempunyai sessuatu untuk mencukupi kebutuhannya sedang miskin orang yang
tidak mempunyai apapun untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Pendapat yang kedua
mengatakan kebalikannya.
3. Fakir dan miskin
mempunyai pengertian yang sama.
4. Fakir adalah orang
yang membutuhkan disertai keengganan untuk meminta-minta sedang miskin adalah
para peminta-minta.
5. Fakir adalah orang
yang mempunyai rumah tinggal, pembantu dan segala yang dibutuhkan sehari-hari
sedang miskin adalah orang yang tidak berharta.
6. Fakir adalah golongan
muhajirin dan Miskin adalah golongan anshar.
7. Fakir adalah orang
yang menerima kemiskinannya dengan tidak ridha
dan mau menerima pemberian secara sembunyi-sembunyi sedang miskin adalah
orang yang ridhadengan kemiskinannya dan tidak mau menerima pemberian.
8. Fakir adalah golongan
fakir dari kaum muslimin sedang miskin adalah orang yang meminta-minta.
9. Fakir adalah golongan
fakir dari kaum muslimin sedang miskin adalah golongan fakir dari ahlul kitab. Abu
Abdillah Muhamad al-Qurthubi, al-Jami’ li
Ahkam al-Quran, cet. 2010, vol. IV, Dar al-Hadits, Kairo, hal. 501-503.
[5] Perlu kami
tambahkan disini bahwa kata “mencukupi kebutuhan hidup” adalah kebutuhan hidup
selama umur rata-rata manusia didaerah tempat tinggal penerima menurut pendapat
Syafi’iyah dan mencukupi kebutuhan
hidup selama setahun menurut Malikiah
dan Hanabilah.
[6] Pendapat Syafi’iyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar