Selasa, 15 April 2014

Mengenal Zakat Sebagai Instrumen Pemerataan Kesejahteraan Part I



Mengenal Zakat Sebagai Instrumen Pemerataan Kesejahteraan

Oleh: Adhi Maftuhin.

A). Pendahuluan.

Zakat dan shalat merupakan dua pilar islam yang lahir dalam keadaan kembar siam. Bagian integral dari syariat yang tak dapat dipisahkan. Kewajiban akan keduanya seringkali disuguhkan dalam bentuk amaran yang dihubungkan dengan huruf ‘athaf wawu.[1] Melihat kedekatan “biologis” ini, pantas saja khalifah Abu Bakar (w. 13 H.) melancarkan agresi kepada para kabilah yang membangkang dalam menunaikan zakat.

Tindakan khalifah Abu Bakar sepenuhnya  dapat diterima apabila kita memahami dengan benar bagaimana urgensi zakat dan kedudukannya dalam mengantar manusia menuju kemaslahatan di dunia dan keselamatan di akhirat. Peran ganda dari pemberlakuan zakat ini ibarat koin dengan dua sisi. Di satu sisi ia berperan mengantarkan si wajib zakat untuk membersihkan harta dan menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Disisi yang lain zakat akan mencetak orang-orang yang dalam beberapa tahun ke depan diharapkan menjadi wajib zakat.

Dari adanya kesejahteraan yang timbul dari pengelolaan zakat, diharapkan syiar keagamaan akan meningkat dengan signifikan. Efek positif dari tren kesejahteraan akan berpengaruh juga dalam bidang keamanan, bidang ekonomi, bidang pendidikan, kesehatan dan yang lain-lain. Karena semuanya ibarat rangkaian listrik paralel dengan satu saklar. Kemapanan  ekonomi sebagai saklar utama akan mampu menggiatkan syiar keagamaan  menjadi katrol stabilitas keamanan, politik dan bidang-bidang yang lain. Jika yang tersjadi sebaliknya, maka buahnya juga

Sampai disini, kita melihat bagaimana Allah mengalokasikan zakat sepenuhnya untuk kemaslahatan umat manusia. Dua paket kemaslahatan yang dibawa oleh zakat tidak akan ditemukan dalam syariat-syariat yang lain. Makanya, perintah untuk menunaikan zakat seringkali beriringan dengan perintah untuk menunaikan shalat sebagaimana termaktub dalam beberapa firmannya.

B). Pengertian Zakat.

Menurut bahasa, zakat mempunyai lima makna. Pertama, tumbuh dan berkembang. Kedua, penuh keberkahan. Ketiga, bertambahnya kebaikan. Keempat, membersihkan dan mensucikan. Kelima, pujian. pendapat ini dikemukakan oleh al-Syirbini (w. 977 H.) dalam al-Iqna' dan Mughni al-Muhtaj.[2]

Menurut imam Abul Hasan al-Wahidi (w. 468 H.), zakat dapat diartikan mensucikan harta, bertambah dan tumbuh serta dapat dimaknai dengan merestorasi harta. Pendapat yang  paling kuat diantara beberapa makna tadi adalah tumbuh dan bertambah. Perbedaan pendapat dalam memaknai zakat menurut bahasa ini timbul dari penggunaan kata zakat dalam masyarakat pada waktu itu dan melihat pada wadh’u lughah-nya.[3]

Hal ihwal mengapa zakat dimaknai dengan bertambah dan berkembang, padahal dalam hitungan angka, dengan mengeluarkan zakat si wajib zakat akan kehilangan sebagian hartanya dapat digambarkan dengan kegiatan memancing. Si tukang pancing hanya butuh dana tidak seberapa untuk mendapatkan hasil ikan yang melimpah. Sebab yang lainnya adalah dengan mengeluarkan zakat dipastikan akan meminimalisir adanya kecemburuan sosial diantara wajib zakat dan pihak yang berhak menerimanya. Dalam kasus seperti ini fungsi menunaikan zakat ibarat upaya preventif dari si wajib zakat untuk melindungi entitas hartanya dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Menurut istilah, zakat adalah nama untuk menyebut jumlah harta tertentu yang diambil dari harta tertentu dan didistribusikan kepada golongan tertentu  sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak.[4] Imam Abul Hasan al-Mawardi (w. 450 H.) mendefinisikan zakat sebagai nama untuk pengambilan prosentase tertentu dari harta dengan klasifikasi dan persyaratan tertentu untuk kemudian dibagikan kepada golongan tertentu pula.[5]

Menurut devinisi diatas, tema utama dalam pembahasan zakat meliputi  empat bagian pokok. Pertama, mengenai prosentase besar-kecilnya zakat /شيئ مخصوص)قدر مخصوص). Kedua, sumber zakat(مال مخصوص/)  Ketiga, golongan yang berhak menerima zakat(أصناف مخصوصة/طائفة مخصوصة) . Dan keempat, ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan ketiga hal yang telah tersebut diatas (شرائط/ أوصاف مخصوصة) . 

Kedua definisi diatas mempunyai titik persamaan dan perbedaan. Persamaannya terdapat dalam konten yang dijadikan bahasan zakat; meliputi empat hal yang telah tersebut diatas. Sedangkan perbedaannya terletak pada obyek yang dijadikan dalam penamaan zakat itu sendiri. Dalam definisi pertama, obyek penamaan zakat terletak pada prosentase harta, yaitu berupa benda. Sedangkan pada definisi yang kedua, obyek penamaan zakat terletak pada aktifitas pengumpulannya.

Menurut hemat penulis, perbedaan tersebut adalah perbedaan redaksi (khilaf lafdzi) saja dan tidak mempunyai pengaruh signifikan dalam jamik-manik-nya sebuah definisi. Perbedaan tersebut dapat dijembatani dengan dua langkah. Pertama, dengan cara mengakurkan keduanya melalui penafsiran kata pengumpulan (أخذ) menjadi sesuatu yang dikumpulkan (مأخوذ) . Istilah ini dinamakan dengan penyebutan masdar dengan makna yang dituju adalah isim maf’ul. Kedua, dengan jalan mengakomodasi kedua pendapat tersebut. Yakni, zakat adalah nama untuk proses pengumpulan dan hasil dari proses pengumpulan tersebut.



[1] Misal dalam alquran surat al-Baqarah ayat 43 dan 110.
[2] Muhammad al-Syirbîni al-Khatib, Mughnil Muhtaj, tanpa tahun, Vol. I,  Faishal Isa al-Babi al-Halabi, Kairo, hal. 368.  Muhammad al-Syirbini,  al-Iqna’ ma’a Hasyiyah al-Bujairami, tanpa tahun, vol III, Maktabah Taufiqiyah, kairo, hal. 3. Majma’ al-Lughat al-‘Arabiyah, Al-Mu’jam al-Wajiz, cet. 2008, hal. 290. 
[3] Al-nawawi, al-Majmu’,  cet. 2010, vol. IV, Dar al-Hadits, Kairo, hal.411.
[4] Muhammad al-Syirbîni al-Khatib, Mughnil Muhtaj, tanpa tahun, Vol. I,  Faishal Isa al-Babi al-Halabi, Kairo, hal. 368. Redaksi dari pengertian diatas adalah:
اسم لقدر مخصوص من مال مخصوص يجب صرفه لأصناف مخصوصة بشرائط
[5] Al-nawawi, al-Majmu’, cet.  2010, vol. IV, Dar al-Hadits, Kairo, hal.411. Redaksi dari definisi diatas adalah:
 اسم لأخذ شيئ مخصوص من مال مخصوص على أوصاف مخصوصة له لطائفة مخصوصة

Tidak ada komentar:

Posting Komentar