Sabtu, 04 Oktober 2014

Petuah Wisuda


Ilmu yang kalian dapatkan disini baru merupakan kunci. Lazimnya sebuah kunci, ia tidak akan berharga dan memiliki guna bila tidak digunakan untuk membuka pintu atau jendela. Jika kalian sudah merasa puas dengan memiliki kunci maka, ilmu kalian sama sekali tidak akan berkembang. Petuah dari Prof. Dr. Muhamad Abdusyafi, rektor Universitas  Al-Azhar dalam wisuda 29/9/2014 kemaren mengajak kita agar tidak  berpuas diri dengan apa yang telah diraih. Bahkan lebih lanjut beliau mengatakan bahwa ilmu bisa berkembang mana kala diamalkan dan ditularkan kepada sesama. Sebagai duta al-Azhar, para wisudawan diminta bersedakah dengan ilmunya kepada masyarakat luas. Membawa ajaran islam yang penuh dengan toleransi dan komederatan adalah tanggung jawab yang harus dipikul oleh setiap lulusan al-Azhar, lanjutnya.




Tampil sebagai pembicara kedua adalah Dr. Hamdullah al-Shafti. Beliau merupakan utusan dari IAAI pusat. Sedianya yang akan hadir adalah Prof. Dr. Abdul Fadhil al-Qushi. Mantan mentri urusan perwakafan, beliau menekankan prinsip-prinsip beragama sebagaimana yang telah dicontohkan oleh ulama-ulama al-Azhar. Al-Azhar merupakan institusi yang berpegang erat kepada alquran dan hadits. Dalam muamalah dan ubudiyah, al-Azhar menganut empat madzhab. Dalam beraqidah, al-Azhar mengikuti rumusan akidah yang dikembangkan oleh imam al-Asy’ari, imam al-Maturidi dan imam Abu Ja’far at-Thahawi. Dan terahir, al-Azhar berpegang teguh terhadap ajaran tasawuf imam Juned al-Baghdadi dan imam al-Ghazali. Ketiga prinsip ini sesuai dengan hadits Jibril yang mencakup islam, iman dan Ihsan.



Sambutan terahir disampaikan oleh Prof. Dr. Muhammad Muhanna, beliau merupakan penasehat Grand Syekh al-Azhar dan pembesar di akademi shufi ‘Asyirah Muhamadiyah. Selain itu beliau juga aktif mengajar di masjid al-Azhar dan di madhyafah syekh Ismail Shadiq al-‘Adawi. Hal utama yang ingin disampaikan oleh beliau adalah tentang pentingnya sebuah manhaj. Kata beliau, seorang mujtahid berdosa ketika hasil ijtihadnya tidak didasarkan kepada manhaj dan ilmu yang benar, walaupun pada hakikatnya hasil ijtihadnya benar. Sebaliknya hasil ijtihad seorang mujtahid mungkin salah akan tetapi dia masih mendapatkan pahala, karena dalam berijtihad dia memakai manhaj yang benar.



Otentitas sebuah ilmu bisa didapatkan ketika seorang murid mendapatkan ilmu secara langsung dari gurunya. Gurunya tadi mendapatkan ilmu juga dari gurunya sampai kepada rasulullah.  Jadi, dapatkanlah ilmu melalui musyafahah. Hal ini juga merupakan ciri has al-Azhar. Ilmu-ilmu ulama al-Azhar insya allah menyambung ke rasulullah. Adanya ittishal sanad dalam keilmuan menjadikan al-Azhar sebagai corong islam yang moderat. Sedang munculnya kaum takfiri akhir-akhir ini merupakan buah dari adanya  distorsi pemahaman yang bersumber dari tidak adanya ittishal sanad dalam keilmuan, lanjutnya.

1 komentar: