Ilmu yang
kalian dapatkan disini baru merupakan kunci. Lazimnya sebuah kunci, ia tidak
akan berharga dan memiliki guna bila tidak digunakan untuk membuka pintu atau
jendela. Jika kalian sudah merasa puas dengan memiliki kunci maka, ilmu kalian
sama sekali tidak akan berkembang. Petuah dari Prof. Dr. Muhamad Abdusyafi,
rektor Universitas Al-Azhar dalam wisuda
29/9/2014 kemaren mengajak kita agar tidak berpuas diri dengan apa yang telah diraih.
Bahkan lebih lanjut beliau mengatakan bahwa ilmu bisa berkembang mana kala
diamalkan dan ditularkan kepada sesama. Sebagai duta al-Azhar, para wisudawan
diminta bersedakah dengan ilmunya kepada masyarakat luas. Membawa ajaran islam
yang penuh dengan toleransi dan komederatan adalah tanggung jawab yang harus
dipikul oleh setiap lulusan al-Azhar, lanjutnya.
Tampil sebagai pembicara kedua adalah Dr.
Hamdullah al-Shafti. Beliau merupakan utusan dari IAAI pusat. Sedianya yang
akan hadir adalah Prof. Dr. Abdul Fadhil al-Qushi. Mantan mentri urusan
perwakafan, beliau menekankan prinsip-prinsip beragama sebagaimana yang telah
dicontohkan oleh ulama-ulama al-Azhar. Al-Azhar merupakan institusi yang
berpegang erat kepada alquran dan hadits. Dalam muamalah dan ubudiyah, al-Azhar
menganut empat madzhab. Dalam beraqidah, al-Azhar mengikuti rumusan akidah yang
dikembangkan oleh imam al-Asy’ari, imam al-Maturidi dan imam Abu Ja’far
at-Thahawi. Dan terahir, al-Azhar berpegang teguh terhadap ajaran tasawuf imam
Juned al-Baghdadi dan imam al-Ghazali. Ketiga prinsip ini sesuai dengan hadits
Jibril yang mencakup islam, iman dan Ihsan.
Sambutan terahir disampaikan oleh Prof. Dr.
Muhammad Muhanna, beliau merupakan penasehat Grand Syekh al-Azhar dan pembesar
di akademi shufi ‘Asyirah Muhamadiyah. Selain itu beliau juga aktif mengajar di
masjid al-Azhar dan di madhyafah syekh Ismail Shadiq al-‘Adawi. Hal utama yang
ingin disampaikan oleh beliau adalah tentang pentingnya sebuah manhaj. Kata
beliau, seorang mujtahid berdosa ketika hasil ijtihadnya tidak didasarkan
kepada manhaj dan ilmu yang benar, walaupun pada hakikatnya hasil ijtihadnya
benar. Sebaliknya hasil ijtihad seorang mujtahid mungkin salah akan tetapi dia
masih mendapatkan pahala, karena dalam berijtihad dia memakai manhaj yang
benar.
Otentitas sebuah ilmu bisa didapatkan ketika
seorang murid mendapatkan ilmu secara langsung dari gurunya. Gurunya tadi
mendapatkan ilmu juga dari gurunya sampai kepada rasulullah. Jadi, dapatkanlah ilmu melalui musyafahah.
Hal ini juga merupakan ciri has al-Azhar. Ilmu-ilmu ulama al-Azhar insya allah
menyambung ke rasulullah. Adanya ittishal
sanad dalam keilmuan menjadikan al-Azhar sebagai corong islam yang moderat.
Sedang munculnya kaum takfiri akhir-akhir ini merupakan buah dari adanya distorsi pemahaman yang bersumber dari tidak
adanya ittishal sanad dalam keilmuan,
lanjutnya.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus