Minggu, 30 September 2012

Santri Turats, Banyak Kitab Berwarna-warni Di Luar Sana


Ada fenomena menarik setelah aku pulang dari leler di penghujung tahun 2008. Setahun sebelum aku meninggalkan pesantren yang telah ku diami selama beberapa kali lebaran  itu aku mendengar  kabar  bahwa teman sekelasku melanjutkan jenjang  pendidikannya ke Unsiq Wonosobo. Beberapa bulan setelahnya, sekitar bulan maret, syaikhu masyayikh leler ustadzuna Ustadzy mengepakan sayap hingga sampai ke Negri para nabi. Desember tahun yang sama giliran putra Cilongok mendarat di Negri seribu menara. Selang setahun kemudian, tepatnya Desember tahun 2010 putra terbaik dari Purbalingga mengukuhkan diri  sebagai pemenang festival adu balap versi Moto GP dan menginjakan kaki di Negri Pharaoh. Hanya berjarak satu bulan setengah konstentan dari Cilacap dan Ciamis  ikut pula finish di Cairo international Air port. Dan puncaknya adalah pada rabu 12/9/12 Gus Zaman dan Gus Wajih mencatatkan diri di papan skor Al Azhar setelah sekian lama mereka para  ghawagis leler menghiasinya dan belum ada yang mencatatkan diri lagi.

Gairah dan semangat untuk selalu menambah wawasan keilmuan tak cuma terekam pada teman-teman dan ghawagis dimana penulis berdomisisli sekarang ini. Nun jauh disana, di pinggir rimba raya tepatnya di ujung selatan pulau Sumatera ada dua teman yang sekarang ini akan mencatatkan diri sebagai mahasiswa, satu kata yang dulu sempat kita cibir dan tidak ingin menyematkannya. Cerita ini tak terhenti pada dua teman kita yang ada di negri andalas akan tetapi tidak sedikit dari jebolan leler yang kini mengubah haluan. Bahkan salah satu teman yang sekarang masih berdomisili di pondok sudah dan masih menyematkan kata itu. Entah bagaimana ceritanya sehingga mereka mengubah status sebagai santri  gudig menjadi santri yang bersepatu dan tak bersarung. Bacaan mereka juga tidak melulu utawi iki iku.

Disini kita melihat adanya sedikit pergeseran cara pandang dari sebagian santri turats. Kami yang dulu berpandangan bahwa hanya dengan nyantri di pondok akan dapat mendapat tempat dalam setiap pergumulan masyarakat tanpa harus menimba ilmu dari sumber-sumber lain kini dipaksa untuk mengakui  bahwa ilmu yang kita serap dari satu sumber belum  dapat mencukupi untuk menopang kaki agar tidak oleng diterpa laju zaman. Memang benar, dalam kajian kitab kuning telah disajikan beragam dan bermacam-macam cabang pengetahuan, hanya saja kedangkalan kita dalam memahami teks turats dan berbagai factor lain menjadikan kitab kuning hanya sebagai kitab suci dan keramat  tanpa dapat mengetahui dan memahami kandungan yang tersimpan dan spirit yang tersirat dalam setiap huruf dan untain kata perkata.

Dalam  hazanah turats telah disinggung panjang lebar tentang kepemimpinan, tentang jiwa wira usaha, tentang masalah sosial kemasyarakatan, tentang pendidikan  dan lain sebagainya. Tapi sayangnya kita tidak dapat menangkap dan menyerap informasi apa saja yang  ada dalam hazanah turats itu. Contoh sederhana dari kedangkalan kita dalam menyelami turats adalah qoul imam syafi'I yang mengatakan "Ilmu ada dua macam yaitu illmu fiqh untuk mengatur kehidupan beragama dan ilmu kedokteran untuk mengatasi kesehatan badan. Dari perkataan sang Imam kita hanya mengambil satu maqolah saja, yaitu ilmu fiqh, itupun hanya berkutat dalam masalah ubudiyah saja, sedang untuk masalah muamalah kita ma'asyiroh santri salaf seakan tak bisa merekam dan mengikuti jejak perkembangan dan laju  berbagai macam transaksi kekiniaan yang seharusnya kita dapat menghukumi halal dan haramnya, sehingga  bila kita diajak berbicara tentang masalah ekonomi  dan perkembangan cara bertransaksi kita cuma tolah-toleh seperti kethek ditulup.  Ironis bukan? Dan berangkat dari situlah mungkin teman-teman yang masih punya sedikit semangat dan sedikit bekal mau meneruskan petualangan intelektualnya.

Akhirnya, Siapapun tak dapat menyangkal bahwa orang yang menimba hanya dari satu sumur dan ternyata airmya  tawar dan segar  ia akan berkata  bahwa air itu hanya punya rasa  tawar dan segar. Dan orang yang menimba dari beberapa sumber air  akan mengatakan bahwa air itu kadang  segar, kadang payau, kadang asin dan mungkin pula akan bertemu air yang keruh dan berwarna warni.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar