Tangis, Nil dan Jodoh
Abdul Malik bin Marwan,
Khalifah Bani Umayah itu asyik berdebat dengan salah satu pentolan ulama Khawarij.
Ditengah asyik-masyuk berdebat, tangis anaknya pecah. Ia menerobos ruang
perdebatan dan memaksa Abdul Malik menggendongnya; agar tangsinya reda. Si
Khawarij seketika berkata, "Sudahlah! jangan kau paksa anakmu untuk diam. Sebab
tangisan akan memberinya banyak manfaat dikelak kemudian hari. Tangisan akan
membuat tulang rahang menjadi lebar sehingga suaranya
akan lantang dan cetar. Tangisan juga akan membuat otaknya semakin cerdas.
Sebab, dengan menangis beban diotaknya akan keluar. Hal itu akan merangsang kerja
otak."
***
Sungai Nil |
Dia mungkin tidak pernah menangis dengan keras sewaktu masih
bayi. Buktinya, dia selalu berkata lembut dan tak pernah berteriak. Mungkin
tulang rahangnya kecil sehingga tenggorokannya tidak dapat mengantarkan
lengking suaranya. Walaupun dia juga diakui punya kecerdasan diatas rata-rata.
Kemaren dia hendak berteriak
di jembatan Sungai Nil. Tapi, tak ada suara yang keluar. Akhirnya, dia berbisik.
Ya, mencukupkan diri berbisik untuk kemudian bisikannya dibawa angin semilir
menuju air dibawah sana .
Mungkin saja sekarang bisikannya sudah melebur dengan debur ombak di lautan.
Sehingga bisikan itu sekarang bukan lagi sekadar bisikan.
Puas dengan berbisik, kami menapaki jembatan guna menjemput bus
ke Darrasah. Bukannya dengan menunggunya bus itu akan datang? "Mungkin iya
mungkin juga tidak," Jawab kami dalam hati. Dengan berjalan, walau tidak berjumpa dengan bus, kita
dapat naik metro. Satu kali dayung, bus atau metro dapat kita naiki, pikir
kita. Cukup lama kita berjalan. Gerbang pintu menuju stasiun metro sudah
terlihat. Tak dinyana, dari arah yang sama terlihat bus dengan nomor 816. Kita
tidak jadi naik metro.
"Begitulah jodoh," kataku mengawali pembicaraan diatas bus. Dia
datang disaat yang tidak kita sangka. Bukankah dengan menunggu saja diseberang
jembatan bus itu juga akan datang menjemput kita. Kita tidak perlu capek
berjalan menyeberangi jembatan. Tidak perlu menjemputnya. Kalau sudah waktunya
ia akan datang dengan sendirinya. "Ah, massa
siiii" jawabnya secepat air tumpah dari gelas. Ya, aku hanya mengutip dari buku yang dulu pernah
ku baca. Judulnya kalau nggak salah "kisah-kisah inspiratif dari pengarang
tak bernama". Judul ceritanya adalah "Menanti jodoh itu ibarat menanti
bus". Setelah itu kita terkekeh bersama. Hehehehehe........
Nil, 5 Ramadhan 1436 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar