Sabtu, 03 September 2016

Tangis, Nil dan Jodoh

Tangis, Nil dan Jodoh

Abdul Malik bin Marwan, Khalifah Bani Umayah itu asyik berdebat dengan salah satu pentolan ulama Khawarij. Ditengah asyik-masyuk berdebat, tangis anaknya pecah. Ia menerobos ruang perdebatan dan memaksa Abdul Malik menggendongnya; agar tangsinya reda. Si Khawarij seketika berkata, "Sudahlah! jangan kau paksa anakmu untuk diam. Sebab tangisan akan memberinya banyak manfaat dikelak kemudian hari. Tangisan akan membuat tulang rahang menjadi lebar sehingga suaranya akan lantang dan cetar. Tangisan juga akan membuat otaknya semakin cerdas. Sebab, dengan menangis beban diotaknya akan keluar. Hal itu akan merangsang kerja otak."
***

Sungai Nil
Dia mungkin tidak pernah menangis dengan keras sewaktu masih bayi. Buktinya, dia selalu berkata lembut dan tak pernah berteriak. Mungkin tulang rahangnya kecil sehingga tenggorokannya tidak dapat mengantarkan lengking suaranya. Walaupun dia juga diakui punya kecerdasan diatas rata-rata. 

Kemaren dia hendak berteriak di jembatan Sungai Nil. Tapi, tak ada suara yang keluar. Akhirnya, dia berbisik. Ya, mencukupkan diri berbisik untuk kemudian bisikannya dibawa angin semilir menuju air dibawah sana. Mungkin saja sekarang bisikannya sudah melebur dengan debur ombak di lautan. Sehingga bisikan itu sekarang bukan lagi sekadar bisikan.

Puas dengan berbisik, kami menapaki jembatan guna menjemput bus ke Darrasah. Bukannya dengan menunggunya bus itu akan datang? "Mungkin iya mungkin juga tidak," Jawab kami dalam hati. Dengan berjalan, walau tidak berjumpa dengan bus, kita dapat naik metro. Satu kali dayung, bus atau metro dapat kita naiki, pikir kita. Cukup lama kita berjalan. Gerbang pintu menuju stasiun metro sudah terlihat. Tak dinyana, dari arah yang sama terlihat bus dengan nomor 816. Kita tidak jadi naik metro.

"Begitulah jodoh," kataku mengawali pembicaraan diatas bus. Dia datang disaat yang tidak kita sangka. Bukankah dengan menunggu saja diseberang jembatan bus itu juga akan datang menjemput kita. Kita tidak perlu capek berjalan menyeberangi jembatan. Tidak perlu menjemputnya. Kalau sudah waktunya ia akan datang dengan sendirinya. "Ah, massa siiii" jawabnya secepat air tumpah dari gelas. Ya, aku hanya mengutip dari buku yang dulu pernah ku baca. Judulnya kalau nggak salah "kisah-kisah inspiratif dari pengarang tak bernama". Judul ceritanya adalah "Menanti jodoh itu ibarat menanti bus". Setelah itu kita terkekeh bersama. Hehehehehe........

Nil, 5 Ramadhan 1436 H



Tidak ada komentar:

Posting Komentar