Selasa, 02 Juli 2013

Mesir Bergolak

Al kisah, Mesir dibawah kekuasaan dinasti Ayubiyah dan Mamalik mengalami goncangan besar dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Perebutan kekuasaan sesama anggota klan Ayubiyah kemudian penggulingan dinasti Ayubiyah oleh dinasti Mamalik dan seterusnya adalah perebutan diantara keluarga Mamalik tercatat sebagai rekam hitam dalam ranah politik. 


Dalam ranah sosial, pengangguran merajalela, kemiskinan, kelaparan dan tindak kriminal ada di setiap sudut wilayah Mesir. Puncaknya adalah ketika air sungai Nil tak lagi mau mengalir pada tahun 597 H./1200 M. Kekeringan yang melanda Mesir selama tiga tahun menyebabkan kelaparan masal. Harga satu ardab gandum mencapai 100 dinar, itupun sangat langka di pasaran. Anjing, kucing dan hewan liar lain ludes diembat. Sampai-sampai antar manusia memakan saudaranya sendiri. Bila seorang dokter diundang warga, bukan obat yang mereka harapkan, akan tetapi daging sang dokter yang diincar. Ditambah dengan pajak tanah yang mencekik, penimbunan barang dan praktek2 dzolim penguasa.


Pun begitu Mesir masih punya nilai tawar dalam perpolitikan global, terbukti dengan kekuatan militernya yang masih disegani. Wal hasil, bobrok di dalam masih harum di luar.

Langkah nyata pihak penguasa untuk mengentaskan negara dari krisis multi bidang ini dengan menghidupkan kembali majlis-majlis ilmu dan majlis-majlis dzikir. Mereka mengalihkan isu sosial ekonomi dengan membumikan halaqah ilmiyah dan sufiyah. Pada saat itu, Mesir diuntungkan oleh datangnya ulama-ulama dari Irak dan Maghrib, dan Andalus. Tidak berselang lama, krisis teratasi, Mesir menjadi menara keilmuan dan menjadi markas shufi terbesar.

Bagaimana dengan krisis sekarang, setelah mereka berusaha mengacak-acak institusi islam terkemuka di dunia?

Prof. Dr. Amir an Najar, mengutip Ibnu Iyas dan Al Maqrizi dalam Badai' Zuhur, as suluk dan ighotsatul umah bi kasyfil ghumah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar